Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan Komisi II: Putusan MK Legalkan Politik Dinasti Sampai Kiamat

Kompas.com - 09/07/2015, 14:19 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria mengatakan, munculnya pasal petahana di dalam UU Pilkada sejak awal bertujuan untuk membatasi kesempatan kepala daerah menerapkan politik dinasti di daerah yang mereka pimpin. Namun, upaya pemerintah dan DPR membatasi politik dinasti itu kandas menyusul terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi.

"Kalau MK dibilang mengejutkan, ya namanya malaikat mengejutkan, nggak tahu datangnya kapan. Putusan MK ini akan melegalkan politik dinasti sampai kiamat," kata Riza saat diskusi bertajuk 'MK Melegalkan Politik Dinasti' di Kompleks Parlemen, Kamis (9/7/2015).

Ia mengatakan, dalam sejarah pelaksanaan pilkada di Tanah Air, daerah yang dikuasai kepala daerah incumbent sudah seperti kerajaan kecil. Mereka memiliki kekuasaan untuk menggunakan anggaran daerah secara bebas. (baca: "MK Tak Pikirkan Politik Dinasti Bisa Terjadi Pemiskinan dan Pembodohan Rakyat")

"Faktanya, daerah mereka tidak maju, masyarakat tidak sejahtera. Sedangkan, keluarga (kepala daerah) semakin kaya, kroni-kroni kerabat makin makmur dan masyarakat makin miskin," ujarnya.

Selain itu, untuk melanggengkan kekuasaanya, kata dia, mereka juga memiliki otoritas untuk menentukan program pembangunan daerah. Ia mencontohkan, ada satu daerah yang memberikan insentif kepada seluruh ketua RT hingga milyaran rupiah. Dana tersebut biasanya akan diberikan menjelang pilkada.

"Ratusan miliar (rupiah) dikucurkan tidak jelas jelang pilkada. Artinya, sampai kiamat, ya sudah jadi kerajaan betul daerah ini, bagaimana mau ngelawan?" ujarnya.

Mahkamah Konstitusi membatalkan syarat calon kepala daerah/calon wakil kepala daerah tidak punya konflik kepentingan dengan petahana seperti diatur dalam Pasal 7 Huruf r UU No 8/2015. (baca: MK: Larangan Keluarga Petahana Ikut Pilkada Melanggar Konstitusi)

Dengan demikian, anggota keluarga, kerabat, dan kelompok yang dekat dengan petahana dapat mengikuti pilkada serentak pada Desember 2015, tanpa harus menunggu jeda lima tahun atau satu periode jabatan.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan, ketentuan larangan konflik kepentingan memuat pembedaan perlakuan yang semata didasarkan atas kelahiran dan status kekerabatan seseorang. Padahal, konstitusi menjamin setiap orang bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif. Larangan diskriminasi juga ditegaskan dalam Pasal 3 Ayat (3) UU HAM.

MK menilai Pasal 7 Huruf r UU No 8/2015 juga sulit dilaksanakan oleh penyelenggara pilkada. Ini karena pemaknaan terhadap frasa ”tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana” diserahkan kepada penafsiran setiap orang sesuai kepentingannya hingga bisa menimbulkan ketidakpastian hukum. (baca: Menurut MK, Larangan Keluarga Petahana Ikut Pilkada Diskriminasi dan Langgar HAM)

Dalam putusannya, MK tidak menafikan kenyataan di mana kepala daerah petahana punya berbagai keuntungan terkait pencalonan kerabatnya. MK sepakat dengan pentingnya pembatasan agar keuntungan itu tidak disalahgunakan petahana untuk kepentingan dirinya dan kerabatnya.

Namun, pembatasan harus ditujukan kepada kepala daerah petahana, bukan kepada keluarga, kerabat, atau kelompok-kelompok yang dimaksud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

Nasional
Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com