Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan MK Tolak Permohonan Nikah Beda Agama

Kompas.com - 19/06/2015, 11:24 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang pada pokoknya mengatur mengenai perkawinan yang sah.

Dalam putusan yang dibacakan, Kamis (18/6/2015), hakim menilai dalil-dalil yang disampaikan pemohon tidak beralasan.

Dalam dalil pertama, pemohon menilai norma dalam Pasal 2 ayat 1 UU No 1 Tahun 1974 membuka ruang penafsiran dan pembatasan sehingga tidak dapat menjamin terpenuhinya hak atas kepastian hukum yang adil dan bertentangan dengan ketentuan kebebasan sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.

Adapun pasal tersebut berbunyi, "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu."

Menurut Mahkamah, prinsip Ketuhanan yang diamanatkan dalam UUD 1945 merupakan perwujudan dari pengakuan keagamaan. Sebagai negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh warga negara mempunyai hubungan yang erat dengan agama, dan salah satunya adalah perkawinan. (Baca: Seorang Hakim MK Beda Pendapat dalam Uji Materi soal Nikah Beda Agama)

Dalam dalil berikutnya, pemohon mengatakan bahwa hak konstitusionalnya untuk melangsungkan perkawinan dan membentuk keluarga terlanggar dengan adanya ketentuan pasal tersebut. Pemohon merasa ada pembatasan terhadap hak warga negara dalam melangsungkan perkawinan. (Baca: PGI: Larangan Nikah Beda Agama Abaikan Hak Asasi Manusia)

Mahkamah berpendapat, dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap warga negara wajib tunduk terhadap pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Hal itu untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, serta memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Selanjutnya, para pemohon mendalilkan bahwa hak konstitusional mereka dirugikan karena pasal dalam UU Perkawinan tersebut memaksa setiap warga negara untuk mematuhi hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya dalam bidang perkawinan. (Baca: KWI Dukung Legalisasi Nikah Beda Agama)

Menurut Mahkamah, perkawinan merupakan salah satu bidang permasalahan yang diatur dalam tatanan hukum di Indonesia. Untuk itu, segala tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh warga negara, termasuk yang menyangkut urusan perkawinan, harus taat dan tunduk serta tidak bertentangan atau melanggar peraturan perundang-undangan.

Kemudian yang terakhir, para pemohon menilai hak untuk menjalankan agama dan hak atas kebebasan beragama terlanggar dengan berlakunya Pasal 2 ayat 1 UU No 1 Tahun 1974. (Baca: FPI Anggap Pemohon Legalisasi Nikah Beda Agama "Ngawur")

Pemohon beranggapan, pasal itu memberikan legitimasi kepada negara untuk mencampuradukkan perihal administrasi dan pelaksanaan ajaran agama, serta mendikte penafsiran agama dan kepercayaan dalam bidang perkawinan.

Menurut Mahkamah, negara berperan untuk memberikan perlindungan warga negara untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, yang merupakan wujud dan jaminan keberlangsungan hidup manusia. (Baca: Pemerintah Nilai Legalisasi Nikah Beda Agama Akan Timbulkan Gejolak Sosial)

Perkawinan tidak boleh hanya dilihat dari aspek formal semata, tetapi juga harus dilihat dari aspek spiritual dan sosial. Agama menetapkan tentang keabsahan perkawinan, sementara undang-undang menetapkan keabsahan administratif yang dilakukan oleh negara.

Salah satu pemohon uji materi, Damian Agata Yuvens, menyatakan menghormati putusan yang dibuat para hakim konstitusi tersebut. Menurut dia, dalam putusan, hakim lebih menitikberatkan pada kewenangan negara untuk mengatur setiap warga negara.

"MK menyatakan mengenai konstitusionalitas. Kami akan pelajari, kemudian akan mengkaji ulang masalah ini untuk mengambil langkah-langkah selanjutnya," ujar Damian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

Nasional
Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Nasional
Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Nasional
Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Nasional
Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Nasional
Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Nasional
TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

Nasional
Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Nasional
Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Nasional
Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Nasional
Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis Saat Kunjungi Tahura Bali

Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis Saat Kunjungi Tahura Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com