JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Kebangkitan Bangsa Lukman Edi menolak rencana revisi undang-undang tentang pemilihan kepala daerah untuk mengakomodasi Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan mengikuti pilkada serentak. Lukman menilai bahwa revisi UU Pilkada ini dilakukan di waktu yang tidak tepat.
"Timing-nya belum tepat, apalagi kalau hanya merevisi satu pasal berkaitan konflik partai. Apa yang diatur dalam UU parpol sudah bisa dioperasionalkan untuk atasi konflik partai di bawah," kata Lukman Edy dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/5/2015).
Lukman menjelaskan, dalam UU Pilkada memang ada beberapa hal yang perlu direvisi, terutama berkaitan konflik partai. UU Pilkada maupun UU Parpol tidak mengantisipasi kepengurusan partai yang berhak ikut pilkada ketika surat keputusan Kementerian Hukum dan Ham masih dalam gugatan gugatan pengadilan.
"Revisi itu keniscayaan, tapi timing-nya tidak saat ini. Timing revisi UU Pilkada setelah 9 Desember (pemungutan suara pilkada serentak 2015)," ujar Wakil Ketua Komisi II itu.
Lukman lebih setuju untuk mendesak Mahkamah Agung agar mempercepat proses peradilan Golkar dan PPP sampai inkracht. Dengan begitu, ada kepastian kepengurusan partai yang berhak ikut pilkada. Kalaupun putusan inkrah itu tak juga keluar sampai batas pendaftaran 26-28 Juli 2015, maka kata Lukman, KPU merujuk saja pada putusan yang sudah tetap, yaitu SK Menkum HAM.
"Persoalan parpol kan sudah ada payung hukumnya di UU Parpol," ucap Wakil Sekjen PKB tersebut.
Upaya DPR merevisi UU Pilkada dan UU Parpol muncul setelah pembuatan draf peraturan KPU mengenai parpol yang bersengketa. KPU memberikan syarat untuk parpol yang bersengketa di pengadilan harus sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau sudah islah sebelum pendaftaran pilkada.
Namun, DPR meminta KPU untuk menyertakan putusan sementara pengadilan sebagai syarat untuk mengikuti pilkada. KPU menolaknya karena tidak ada payung hukum yang mengatur hal itu. Akhirnya, DPR sepakat untuk merevisi UU Parpol dan UU Pilkada untuk menciptakan payung hukum baru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.