Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Yuddy Beberkan Alasan Jokowi Setujui Pemberian Uang Muka Mobil Pejabat

Kompas.com - 05/04/2015, 16:59 WIB
Alsadad Rudi

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi mengatakan, pemberian fasilitas uang muka kendaraan perorangan pejabat negara merupakan usulan yang datang dari DPR. Karena datang dari lembaga wakil rakyat, kata dia, tentu sudah seharusnya Presiden Joko Widodo menyetujui permintaan tersebut.

"Terbitnya Peraturan Presiden tersebut berawal dari permintaan DPR. Bapak Presiden selaku Kepala Negara tentu harus menghormatinya. Duduk persoalannya seperti itu," kata Yuddy melalui keterangan tertulisnya, di Jakarta, Minggu (5/4/2015).

Menurut Yuddy, keputusan Jokowi (sapaan Presiden Joko Widodo) menyetujui usulan tersebut karena pertimbangan lebih hemat, ketimbang harus mengganti seluruh kendaraan dinas pejabat negara yang jumlahnya cukup banyak. Meliputi pejabat di DPR, DPD, MA, MK, BPK, dan KY.

"Dengan alasan meningkatnya harga kendaraan dan dalam rangka penyesuaian kendaraan dinas bagi pejabat negara. Nilai pemberian fasilitas uang muka kendaraan tersebut sudah melalui pengkajian di Kementerian Keuangan berdasarkan prinsip pengelolaan keuangan negara. Jumlahnya sekitar Rp 158 miliar dari Rp 2.039 triliun APBN Tahun Anggaran 2015, atau kurang lebih 0,0078 persen," papar Yuddy.

Menurut dia, regulasi yang dibuat Jokowi merupakan hal normatif dalam kapasitasnya sebagai Kepala Negara. Ia menyamakan hal ini dengan pengangkatan pejabat negara yang dipilih melalui mekanisme di DPR yang kemudian ditetapkan oleh Presiden.

Yuddy tidak menampik kebijakan tersebut menuai kritik dari masyarakat, di tengah adanya kenaikan harga bahan bakar dan kebutuhan pokok masyarakat lainnya. Ia menganggap kritik yang masuk merupakan bukti tingginya kepedulian publik terhadap pentingnya efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

"Kritik itu bagus, tinggal bagaimana kita mensikapinya dari sisi moral etik, karena dari sisi hukum tidak ada persoalan. Kami empati dan respect atas respon publik terhadap rencana pemberian uang muka kendaraan bagi pejabat negara tersebut. Itu bagian dari feed back atas kebijakan publik yang harus diperhatikan," ucap dia.

Lebih lanjut, Yuddy berpendapat bahwa kunci dari pelaksanaan kebijakan tersebut ada dalam pelaksanaan kebijakan, dan itu dikembalikan kepada moral etik para pejabat negara yang bersangkutan.

Dari sisi, kata dia, untuk menjamin efisiensi anggaran belanja negara, pemerintah akan menerapkan pelaksanaan kebijakan tersebut secara selektif. "Saya kira pelaksanaannya nanti selektif. Pejabat negara yang menerima fasilitas uang muka adalah yang benar-benar memenuhi persyaratan. Semua harus berpegangan pada prinsip efisiensi. Karena itu akan dirumuskan syarat-syaratnya agar akuntabel," kata politisi Partai Hanura itu.

Terakhir, Yuddy meminta agar masyarakat menyingkapi dan merespon persoalan ini secara proporsional dalam koridor tata pemerintahan yang baik. Menurut dia, selain efisiensi, hal yang harus diperhatikan adalah efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.

"Sepanjang pemberian fasilitas kepada pejabat negara tersebut akuntabel dan benar-benar untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas, tentu harus disikapi secara bijak dan proporsional," ucap dia.

Sebagai informasi, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara pada Lembaga Negara Untuk Pembelian Kendaraan Perorangan.

Pemberian fasilitas uang muka kendaraan dimaksud berubah, dari Rp 116.500.000, menjadi Rp 210.890.000. Terbitnya Peraturan Presiden tersebut merupakan tindak lanjut dari Surat Ketua DPR RI Nomor AG/00026/DPR RI/I/2015, tanggal 5 Januari 2015, yang meminta dilakukan revisi besaran tunjang uang muka bagi pejabat negara dan lembaga negara untuk pembelian kendaraan perorangan.

baca juga: Demi Keadilan, Jokowi Diminta Batalkan Fasilitas Uang Muka Kendaraan Pejabat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Nasional
PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

Nasional
PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

Nasional
Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Nasional
Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Nasional
Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Nasional
Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Nasional
Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Nasional
TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

Nasional
Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Nasional
Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com