Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Sutan Bhatoegana Mengaku Belum Terima Panggilan Sidang Tipikor

Kompas.com - 03/04/2015, 11:38 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum mantan Ketua Komisi VII DPR RI Sutan Bhatoegana, Rahmat Harahap mengaku belum menerima surat panggilan sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Sidang tersebut akan digelar pada Senin, (6/4/2015).

"Surat tanda sidang belum diterima kuasa hukum. Pemberitahuan kepada tersangka atau kuasa hukum sampai sekarang kita tidak tahu, diundang tidak sidang," ujar Rahmat saat dihubungi, Jumat (3/4/2015).

Padahal, kata Rahmat, pada Kamis (2/4/2015) lalu tim kuasa hukum menjenguk Sutan ke Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat itu, lanjut dia, pihak KPK tidak ada yang memberitahunya mengenai jadwal sidang Sutan.

"Kami kan Kamis kemarin besuk ke KPK. Kasihlah harusnya surat itu selagi kami besuk Pak Sutan," kata Rahmat.

Rahmat juga menganggap KPK sengaja menjadwalkan sidang perdana perkara Sutan di Pengadilan Tipikor bersamaan dengan jadwal sidang praperadilan. Kedua sidang tersebut dijadwalkan digelar pada 6 April 2015.

"Kayak kesannya diburu-buruin, disamain jadwalnya biar kuasa hukum terbelah satu ke sidang perkara satu lagi ke praperadilan," ujar Rahmat. Menurut Rahmat, pelimpahan perkara ke pengadilan semestinya selama 14 hari, artinya sidang Sutan baru bisa digelar pada 9 April 2015.

Sebelumnya, Humas Pengadilan Tipikor Sutio Jumagi Akhirno menyatakan bahwa sidang perdana Sutan Bhatoegana di Pengadilan Tipikor akan digelar pada 6 April 2015 pukul 09.00 WIB.

Sidang tersebut akan dipimpin oleh Hakim Artha Theresia. Di sisi lain, Sutan menggugat KPK atas penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di DPR RI.

Sidang perdana praperadilan Sutan sedianya digelar pada 23 Maret 2015. Namun, tim hukum KPK tidak hadir sehingga sidang diundur menjadi 6 April 2015.

KPK telah resmi melimpahkan kasus Sutan ke pengadilan. Jaksa penuntut umum telah selesai merumuskan dakwaan sehingga perkara Sutan siap disidangkan.

Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Made Sutrisna menyatakan bahwa gugatan praperadilan Sutan otomatis gugur karena KPK telah melimpahkan perkaranya ke Pengadilan Tipikor. Namun, putusan gugur tersebut tetap kewenangan hakim yang bersidang.

"Kalau sudah dilimpahkan pokok perkaranya, praperadilan gugur. Tinggal menyatakan gugurnya ada prosedur yang dilaksanakan hakim," kata Sutrisna.

Ia mengatakan, hakim akan menyatakan praperadilan gugur dalam sidang pertama setelah KPK menunjukkan surat pelimpahan ke pengadilan dalam persidangan. Saat itu, hakim yang akan menyatakan gugurnya sidang praperadilan.

"Bahwa untuk menyatakan gugur, hakim akan menempuh mekanisme yang ada. Misalnya, gugurnya praperadilan dinyatakan dalam sidang pertama," ujar dia.

Gugurnya praperadilan karena proses pengadilan diatur dalam Pasal 82 ayat 1 KUHAP yang berbunyi, "Dalam hal suatu perkara mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur."

Sutrisna mengatakan, sidang perdana Sutan pada 6 April 2015 akan tetap digelar di PN Jakarta Selatan. Berita acara sidang pertama dipakai untuk pertimbangan gugurnya praperadilan. Menurut Sutrisna, adanya surat tanda pelimpahan perkara dari KPK cukup untuk menggugurkan praperadilan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com