Ahli hukum tata negara Universitas Hasanuddin Irman Putra Sidin menilai Yasonna telah salah langkah karena mengesahkan pengurus yang sah pada masing-masing partai tersebut. Langkah itu telah menimbulkan turbulensi atau guncangan yang dapat menganggu jalannya pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"(Pengesahan pengurus) tidak perlu dilakukan karena itu justru menganggu Presiden sendiri dalam hal pemulihan negara menjadi negara yang normal karena banyak sekali problem yang harus diselesaikan," kata Irman, Senin (16/3/2015) di Jakarta.
Menurut Irman, Menkumham sedianya membiarkan proses hukum berjalan atas sengketa kepengurusan kedua partai itu. Yasonna tidak perlu terbawa arus pertarungan antara dua kubu koalisi, yakni Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat.
"Makanya, tidak perlu terus larut antara pertarungan dua kubu KMP dan KIH yang kemudian menyeret institusi kekuasaan untuk mengesahkan salah satunya," ucap Irman.
Ia berpendapat bahwa pengesahan pengurus dari salah satu kubu Golkar dan PPP tersebut dapat berdampak terhadap situasi politik ke depan. Ada konsekuensi politik yang bakal ditanggung pemerintah atas pengesahan tersebut. Ke depan, pemerintah akan disibukkan dengan permasalahan politik ini padahal banyak masalah penting lain yang menunggu diselesaikan.
"Salah satu contoh kan kita sibuk dengan hal-hal yang seperti ini, sementara ekonomi kita sedang bergerak menjadi hal yang tidak nyaman, rupiah mulai begerak mengkhawatirkan. Kita sibuk dengan turbulensi itu," kata dia.
Ia menekankan kepada Presiden Jokowi untuk menghimpun kekuatan dua koalisi, baik KMP maupun KIH, dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Karena permasalahan ini, kini Menkumham menghadapi ancaman penggunaan hak angket oleh Koalisi Merah Putih di DPR. Irman menilai wacana pengguliran hak angket ini sebagai gertak sambal. Menurut dia, hal yang perlu dilakukan saat ini adalah Presiden Jokowi harus menghimpun kekuatan dua koalisi, yakni Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat, untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Putusan Menkumham terkait penyelesaian dualisme kepengurusan di tubuh PPP dan Partai Golkar mendapat kritik karena dianggap kental nuansa politik. Saat menangani konflik PPP, Yasonna mengakui kepengurusan yang dipimpin Romahurmuziy. (baca: Menkumham Persilakan Gugat Keputusannya Sahkan Kepengurusan PPP Kubu Romy)
Adapun terkait konflik Golkar, Menkumham mengakui kepengurusan Agung Laksono berdasarkan putusan Mahkamah Partai. (Baca: Menkumham Minta Agung Susun Kepengurusan Golkar untuk Disahkan)
Putusan Menkumham itu kemudian mendapat perlawanan secara hukum dan politik. Pengurus PPP kubu Djan Faridz dinyatakan menang saat menggugat putusan Menkumham pada PTUN. (baca: Suryadharma Minta Menkumham Tak Ajukan Banding Putusan PTUN)
Sementara kubu Aburizal berencana melayangkan gugatan serupa ke PTUN dan berencana mengambil sikap politik dengan mengajukan angket di DPR RI. (Baca: Aburizal: Keputusan Menkumham Cederai Keadilan dan Demokrasi)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.