Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Realisasi Komitmen Jokowi-JK Ditunggu

Kompas.com - 07/03/2015, 16:32 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Pegiat gerakan anti korupsi ingin memastikan komitmen pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk menghentikan dugaan kriminalisasi terhadap sejumlah pihak yang mendukung pemberantasan korupsi. Mereka mendesak lembaga negara merealisasikan komitmen tersebut.

Desakan itu, antara lain, disampaikan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (nonaktif) Bambang Widjojanto, serta mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein.

Mereka mendatangi Kantor Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat (6/3/2015), untuk bertemu dengan Menteri Sekretaris Negara Pratikno atau Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto. Namun, Pratikno sedang mendampingi Presiden dalam kunjungan kerja ke Jawa Timur. Sementara Andi Widjajanto tidak terlihat ada di kantor.

"Kami mendengar, Presiden, lewat Menteri Sekretaris Negara Pratikno, meminta menghentikan semua proses kriminalisasi, baik kepada pimpinan KPK, struktural, dan pendukung KPK. Karena itu, kami buat surat untuk konfirmasi," kata Bambang.

Setelah mengonfirmasi kepada salah satu anggota staf Kementerian Sekretaris Negara, Presiden memang menginginkan penghentian kriminalisasi. Berangkat dari hal ini, Bambang mengharapkan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti menindaklanjuti apa yang dikemukakan Presiden. "Langkah berikutnya adalah mengawal proses ini," ujar Bambang.

Saat ditanya tentang adanya anggapan masyarakat bahwa Polri masih melakukan kriminalisasi terhadap KPK, Badrodin mempertanyakan kriminalisasi yang mana. Menurut dia, langkah Polri mengusut sejumlah personel KPK adalah untuk memproses laporan dari masyarakat. "Orang lapor tidak ada yang bisa mencegah," katanya (Kompas, 26/2).

Selain mengusut sejumlah personel KPK, seperti Bambang Widjojanto yang telah ditetapkan sebagai tersangka, Polri juga sedang mengusut sejumlah pihak yang selama ini dikenal mendukung KPK, seperti Denny Indrayana dan Yunus Husein.

Kemarin, Bareskrim Polri bahkan memanggil Denny untuk diperiksa sebagai saksi kasus payment gateway di Kementerian Hukum dan HAM pada 2014.

Denny mengatakan, setelah berdiskusi dengan sejumlah rekan pegiat anti korupsi, dirinya memutuskan tidak memenuhi panggilan Bareskrim itu. "Sesuai saran banyak rekan, kuasa hukum saya yang hadir ke Bareskrim. Kami kemari untuk bertemu dengan pihak yang bisa mewakili sikap Presiden," ucapnya.

"Klien kami tidak datang karena ada kegiatan lain. Jika masih diperlukan dan ada pemanggilan, klien kami siap memberikan keterangan," kata kuasa hukum Denny, Heru Widodo.

Istri Ketua KPK (nonaktif) Abraham Samad, Indriana Kartika Chandra, juga tidak memenuhi panggilan Bareskrim untuk diperiksa sebagai saksi karena pemanggilan itu dinilai tidak sesuai prosedur.

"Klien kami baru menerima satu kali surat panggilan, tetapi di suratnya tertulis surat panggilan kedua," ujar kuasa hukum Indriana, Johanes Gea.

Johanes menyampaikan, kliennya diperiksa terkait dugaan pemalsuan dokumen seperti yang disangkakan terhadap Abraham Samad. Terkait hal ini, dia menyatakan, Pasal 168 Huruf c Kitab Undang-undang Hukum Pidana menyebutkan, istri dari seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka boleh mengundurkan diri sebagai saksi.

Promosi jabatan

Sementara itu, Komisaris Besar Victor Edi Simanjuntak, yang terlibat dalam penangkapan Bambang Widjojanto pada 23 Januari, dipastikan naik pangkat menjadi brigadir jenderal. Ia mendapat promosi dari jabatan sebelumnya Kepala Bagian Kerja Sama Pendidikan dan Pelatihan, Biro Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan pada Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol) menjadi Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Peluang Nasdem Dukung Anies di Jakarta, Ahmad Ali: Hanya Allah dan Surya Paloh yang Tahu

Soal Peluang Nasdem Dukung Anies di Jakarta, Ahmad Ali: Hanya Allah dan Surya Paloh yang Tahu

Nasional
Safenet: Kalau 'Gentleman', Budi Arie Harusnya Mundur

Safenet: Kalau "Gentleman", Budi Arie Harusnya Mundur

Nasional
Kemenag: Jumlah Jemaah Haji Wafat Capai 316 Orang

Kemenag: Jumlah Jemaah Haji Wafat Capai 316 Orang

Nasional
Haji, Negara, dan Partisipasi Publik

Haji, Negara, dan Partisipasi Publik

Nasional
Tak Percaya Jokowi Sodorkan Kaesang ke Sejumlah Parpol untuk Pilkada DKI, Zulhas: Kapan Ketemunya? Tahu dari Mana?

Tak Percaya Jokowi Sodorkan Kaesang ke Sejumlah Parpol untuk Pilkada DKI, Zulhas: Kapan Ketemunya? Tahu dari Mana?

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Sedang Haid Tidak Wajib Ikuti Tawaf Wada'

Kemenag: Jemaah Haji Sedang Haid Tidak Wajib Ikuti Tawaf Wada'

Nasional
Safenet: Petisi Tuntut Menkominfo Mundur Murni karena Kinerja, Bukan Politik

Safenet: Petisi Tuntut Menkominfo Mundur Murni karena Kinerja, Bukan Politik

Nasional
Pakar: PDN Selevel Amazon, tapi Administrasinya Selevel Warnet

Pakar: PDN Selevel Amazon, tapi Administrasinya Selevel Warnet

Nasional
Sepekan Pemulangan Jemaah Haji, Lebih 50 Persen Penerbangan Garuda Alami Keterlambatan

Sepekan Pemulangan Jemaah Haji, Lebih 50 Persen Penerbangan Garuda Alami Keterlambatan

Nasional
PAN Resmi Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju Pilkada Sulteng

PAN Resmi Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Sesalkan Tak Ada Pihak Bertanggung Jawab Penuh atas Peretasan PDN, Anggota DPR: Ini Soal Mental Penjabat Kita...

Sesalkan Tak Ada Pihak Bertanggung Jawab Penuh atas Peretasan PDN, Anggota DPR: Ini Soal Mental Penjabat Kita...

Nasional
Data Kementerian Harus Masuk PDN tapi Tak Ada 'Back Up', Komisi I DPR: Konyol Luar Biasa

Data Kementerian Harus Masuk PDN tapi Tak Ada "Back Up", Komisi I DPR: Konyol Luar Biasa

Nasional
Sebut Buku Partai yang Disita KPK Berisi Arahan Megawati, Adian: Boleh Enggak Kita Waspada?

Sebut Buku Partai yang Disita KPK Berisi Arahan Megawati, Adian: Boleh Enggak Kita Waspada?

Nasional
“Saya kan Menteri...”

“Saya kan Menteri...”

Nasional
Zulhas Sempat Kecewa PAN Hanya Dapat 48 Kursi DPR RI pada Pemilu 2024

Zulhas Sempat Kecewa PAN Hanya Dapat 48 Kursi DPR RI pada Pemilu 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com