Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan Mahkamah Partai Akan Berdampak Luas bagi Golkar

Kompas.com - 03/03/2015, 22:44 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com —
Pengamat politik dari Polcomm Institute, Heri Budianto, mengatakan,  putusan Mahkamah Partai Golkar berpotensi menimbulkan beragam dampak pada kesolidan internal, perubahan arah politik, kehilangan kader, hingga lahirnya partai baru.

"Putusan Mahkamah Partai Golkar seharusnya dapat menyelesaikan kemelut dualisme kepengurusan di tubuh Golkar, sekaligus diharapkan menjadi jalan tengah agar tidak pecah. Dengan putusan yang memenangkan kubu Ancol, menurut saya akan ada beberapa dampak yang dialami Partai Golkar," kata Heri, melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa (3/3/2015).

Heri menyebutkan, dampak pertama, kubu Aburizal mungkin tidak akan menerima keputusan tersebut dan meneruskan upaya hukum kasasi di Mahkamah Agung. Jika langkah ini dilakukan, menurut dia, hal itu akan membawa implikasi politik bagi Golkar.

"Golkar tidak serta-merta dapat mengikuti agenda politik dalam waktu dekat, misalnya pilkada, karena berlarut-larutnya persoalan internal partai," ujarnya.

Kedua, lanjut Heri, Golkar mungkin terancam mengalami perpecahan yang lebih parah. Menurut Heri, kader-kader Golkar, khususnya di daerah yang akan maju pilkada, pindah ke partai lain sehingga Golkar akan kehilangan banyak kekuatan politik lokal.

Ketiga, putusan Mahkamah Partai Golkar bisa saja menjadi stimulus munculnya partai politik baru. Meski putusan Mahkamah Partai Golkar tidak membolehkan hal tersebut, menurut Heri, bagi pihak yang kalah, selalu ada cara untuk melampiaskan kekalahan dan mencari jalan untuk tetap eksis dalam politik.

"Artinya, putusan Mahkamah Partai Golkar yang menyatakan yang menang harus mengakomodasi yang kalah bisa menjadi sia-sia," kata dia.

Keempat, dengan putusan ini, menurut Heri, keberadaan KMP terancam bubar karena Golkar selaku partai penopang utama melepaskan diri.

"Tentu gerilya politik berikutnya kubu Ancol adalah merapat ke pemerintah, dan akan ada upaya melakukan strategi untuk mendekati presiden-wapres agar kader mereka diakomodasi masuk kabinet, jika ada reshuffle Kabinet Kerja," kata Heri.

Kelima, upaya untuk menyatukan dualisme kepengurusan dengan putusan memenangkan satu kubu dinilai Heri bukan perkara mudah.

"Partai yang dilahirkan dari awal Orba ini di ambang lilitan konflik panjang dan ini sejarah pertama konflik yang mengancam keberadaan Golkar sebagai partai besar di negeri ini," ujarnya.

Sebelumnya, empat hakim Mahkamah Partai Golkar mengeluarkan putusan berbeda terkait dualisme kepengurusan partai beringin. Dua hakim, yakni Djasri Marin dan Andi Mattalatta, memutuskan mengesahkan kepengurusan Golkar pimpinan Agung Laksono. Sementara itu, dua hakim lain, yakni Muladi dan HAS Natabaya, hanya memberikan putusan rekomendasi terkait proses kasasi yang ditempuh kubu Aburizal Bakrie di Mahkamah Agung.

Kubu Agung Laksono menilai, putusan Mahkamah Partai Golkar telah mengesahkan kepengurusannya. Sementara itu, kubu Aburizal Bakrie menilai, Mahkamah Partai Golkar mempersilakan proses hukum di MA dan pengadilan diteruskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Anies dan Ganjar Diminta Tiru Prabowo, Hadiri Pelantikan Presiden meski Kalah di Pilpres

Anies dan Ganjar Diminta Tiru Prabowo, Hadiri Pelantikan Presiden meski Kalah di Pilpres

Nasional
Digelar Hari Ini, Puan Jelaskan Urgensi Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Digelar Hari Ini, Puan Jelaskan Urgensi Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Nasional
ICW Catat 731 Kasus Korupsi pada 2023, Jumlahnya Meningkat Siginifikan

ICW Catat 731 Kasus Korupsi pada 2023, Jumlahnya Meningkat Siginifikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com