Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wawancara dengan Penyidik Polri tentang Penangkapan Bambang Widjojanto (2)

Kompas.com - 03/03/2015, 15:34 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Proses penangkapan Wakil Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto oleh para penyidik Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, 23 Januari 2015 lalu, masih menyisakan kesimpangsiuran di masyarakat. Bambang ditangkap lantaran diduga terlibat dalam memerintahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu dalam sidang Mahkamah Konstitusi, 2010 silam.

Dalam wawancara sebelumnya dengan Kompas.com, Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Komisari Besar Daniel Bolly Tifaona menjelaskan, penyelidikan kasus Bambang telah dilaksanakan sesuai prosedur. (Baca: Wawancara dengan Penyidik Polri tentang Penangkapan Bambang Widjojanto (1))

Daniel kemudian menceritakan kronologi penangkapan Bambang Widjojanto pada 23 Januari 2015. Berikut kutipan wawancara tersebut.

Bagaimana awal mula proses penangkapan Bambang Widjojanto?

Penangkapan Bambang diputuskan melalui gelar perkara ketiga tanggal 22 Januari 2015. Kita rencanakan penangkapan itu dilakukan pada tanggal 23 Januari 2015 pagi. Malam itu kami survei rumahnya, sekaligus berkoordinasi dengan Kasatwil (Kepala Satuan Wilayah, setingkat polres dan polsek) bahwa besok pagi kita ada operasi penangkapan supaya tidak ada kesan penangkapan ini liar. Kami kan pakai pakaian preman semua, jadi harus ada polisi berseragamnyalah.

Semula kami ingin menangkap Bambang di rumahnya. Namun, akhirnya tidak di sana dengan alasan kemanusiaan, takut dilihat anaknya yang masih kecil dan sebagainya. Lagi pula, untuk menangkap seseorang di rumahnya itu perlu berkoordinasi dengan pimpinan RT, pimpinan RW, lurah, dan camat.

Kita pertimbangkan itu dan tidak jadi menangkap di rumah. Kami menghargai beliau supaya beliau tidak malu. Pukul 06.30 WIB, Bambang keluar rumah tanpa ajudan. Kami tidak tangkap karena ada anaknya yang masih SD. Lalu kami ikutin dari belakang. Kita menunggu anaknya ke sekolah. Nah setelah anaknya turun dan masuk ke sekolah, ada wanita berdiri dari kursi belakang lalu pindah ke kursi depan. Kami kaget karena sepanjang perjalanan kami sama sekali tidak lihat ada perempuan. Kami menebak itu istrinya. Ya sudah, kami tetap melakukan penangkapan.

Setelah mobil Bambang memutar menjauh dari sekolah, mobil patroli polsek kami minta stop mobil Bambang. Anggota saya dua orang turun menunjukkan surat anggota bahwa dia benar polisi dan surat penangkapan Bambang.

Apa reaksi pertama Bambang saat disebut akan ditangkap?

Pak Bambang itu posisinya di depan. Dia yang nyetir. Dia enggak mau turun. Dari dalam mobil, dia protes kenapa dalam surat penangkapan, alamat rumahnya tidak ada nomor, padahal rumah dia katanya punya nomor.

Kami bilang, alamat ini yang kami dapat dari penyelidikan kami di KPK. Sementara Bambang protes, mobil-mobil di belakang itu sudah menumpuk karena jalanan itu kan sempit ya. Saya lalu minta, "Lebih baik Bapak turun." Akhirnya beliau mau turun dan kami mengobrol di tepi toko pinggir jalan.

Saya lalu bertanya, apa yang saudara protes sehingga menolak untuk kami bawa. Dia menyebut nomor rumah tadi. Saya langsung tampik, "Saudara silakan praperadilankan kami jika surat penangkapan ini tidak sah." Saya bilang, "Saudara orang hukum, saya juga orang hukum, buku belajar hukum kita sama."

Siapa saja yang berdebat dengan Pak Bambang saat itu?

Saya saja. Yang lain diam saja, jaga di sekitar. Nah, Pak Victor, yang tadinya di mobil saja, turun. Dia di mobil saja karena kan kombes senior, jadi saya bilang, "Bapak di mobil saja, biar kami yang turun." Akan tetapi karena dia merasa diskusi terlalu lama, dia turun dari mobil dan bilang ke kami, "Jangan terlalu lama dan segera berangkat ke Mabes (Polri). Jangan bikin macet, borgol saja." (Baca: Kombes Victor Ikut Menangkap Bambang Widjojanto atas Perintah Kabareskrim)

Mendengar kata-kata itu, apa reaksi Pak Bambang?

Dia masih saja protes. Saya hitung, ada sekitar lima menit dia itu protes-protes semacam itu. Seperti biasanya, kalau tersangka tidak mau ikut, borgol.

Nah, borgol ini juga SOP-nya universal, tangan di belakang. Akan tetapi, kami berikan borgol dengan tangan ke depan karena diminta. Itu pun anaknya minta izin untuk ikut. Pak Bambang minta, "Pak Daniel, anak saya boleh ikut atau enggak." Saya kasih kesempatan juga. Seharusnya, kita enggak berhak bawa anaknya. Kami hanya bertanggungjawab atas Bambang. Anaknya bisa saja dipulangkan oleh polsek. Namun, atas alasan kemanusiaan dan supaya ada saksi di mobil bahwa tidak terjadi kekerasan, saya izinkan.

Daniel kemudian menggiring Bambang dan anaknya ke mobil Fortuner milik Daniel. Mereka dibawa ke Bareskrim (Polri). Mobil tersebut diisi enam orang. Satu sopir, seorang penyidik duduk di samping sopir, Victor duduk di kursi tengah kiri, dan Daniel di kursi tengah kanan. Adapun Bambang memangku sang anak di kursi tengah. Bagaimana proses pemeriksaan Bambang selanjutnya, ikuti artikel setelah ini....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Nasional
Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com