Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wawancara dengan Penyidik Polri tentang Penangkapan Bambang Widjojanto (1)

Kompas.com - 03/03/2015, 13:19 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Penangkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (kini nonaktif) Bambang Widjojanto oleh para penyidik Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, 23 Januari 2015, telah memicu protes dari sejumlah kalangan, termasuk aktivis antikorupsi. Bambang ditangkap karena diduga terlibat memerintahkan saksi memberikan keterangan palsu dalam sidang di Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kotawaringin Barat pada 2010.

Kolega Bambang di KPK, Adnan Pandu Praja, memprotes penangkapan yang terkesan tiba-tiba itu. Adnan menegaskan bahwa penangkapan seperti itu hanya untuk perkara hukum luar biasa, yakni terorisme, korupsi, dan lain-lain. Menurut dia, Bareskrim seharusnya melayangkan panggilan pertama hingga ketiga terlebih dahulu kepada Bambang.

Kuasa hukum Bambang, Nursyahbani Katjasungkana, juga memprotes hal yang sama. Dia juga menyebut bahwa proses penangkapan kliennya itu penuh kesan intimidasi. Salah satunya terlihat ketika penyidik memborgol Bambang dan melontarkan kata-kata, "Ada plester enggak?" saat perjalanan dari lokasi penangkapan ke Bareskrim.

Proses hukum yang menjerat Bambang dianggap bentuk kriminalisasi dari Polri kepada pimpinan KPK. Proses penangkapan tersebut sejurus dengan situasi kekisruhan antara KPK dan Polri.

Kompas.com berkesempatan mewawancarai Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Kombes (Pol) Daniel Bolly Tifaona, akhir pekan kemarin. Berikut kutipan wawancara Kompas.com di ruang kerja Daniel tentang proses hukum yang menjerat Bambang, mulai dari masuknya laporan polisi hingga proses penyidikan.

Bagaimana awal penyelidikan dan penyidikan perkara hukum Bambang Widjojanto?

Laporan polisi masuk ke Bareskrim 19 Januari 2015. Yang melaporkan itu Sugianto Sabran (baca: Sugianto Klaim Punya Bukti BW Suruh Saksi Beri Keterangan Palsu).

Kepada penyidik, dia melaporkan bahwa Bambang dan teman pengacaranya diduga kuat memerintahkan saksi memberi keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi, 2010 lalu. Saat melaporkan itu, pelapor membawa empat saksi dan dokumen.

Pada tanggal yang sama, kita langsung menggelar perkara untuk melihat apakah ada tindak pidana atau tidak. Memang begitu SOP-nya. Nah, dari gelar perkara pertama saja, sudah kelihatan bahwa ada dugaan Bambang ini melakukan tindak pidana.

Siapa saja 4 saksi yang dibawa pelapor? 

Empat saksi itu adalah saksi dalam sidang sengketa Pemilukada 2010 lalu. Inisialnya E, E, S, dan F. Satu hari itu (tanggal 19 Januari 2015) kita kebut atas pertimbangan domisili para saksi yang jauh dari Jakarta. Masa cuma empat saksi saja kita cicil, kasihan kan mereka mesti bolak-balik Jakarta ke Pangkalan Bun.

Apa hasil dari gelar perkara pertama dan pemeriksaan awal empat saksi itu?

Tanggal 20 Januari 2015, kita gelar perkara kedua untuk memastikan apakah status terlapor bisa ditingkatkan menjadi tersangka. Hasilnya, Bambang layak menjadi tersangka. Ada dua alat bukti yang menguatkan itu.

Bukti apa yang paling memberatkan Bambang Widjojanto?

Ya, keterangan empat saksi awal serta dokumen yang mendukung keterangan saksi. Kita tanyakan ke saksi, apa betul mereka itu diperintahkan memberikan keterangan palsu pada persidangan. Mereka semua mengonfirmasi, "Ya".

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com