Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly: Jangan Persoalkan Putusan MK dan MA Soal Pengajuan PK

Kompas.com - 10/01/2015, 17:11 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengatakan, masalah pengajuan peninjauan kembali (PK), antara Mahkamah Konstitusi (MK), dan Mahkamah Agung (MA), sebaiknya tidak besar-besarkan.

"Sebetulnya tidak perlu diperpanjang. Perbedaan itu biasa. Tidak perlu bikin pusing masyarakat soal kepastian keadilan," ujar Jimly, saat ditemui seusai menjadi pembicara dalam diskusi Perspektif Indonesia, bersama Populi Center dan Smart FM di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (10/1/2015).

Jimly menjelaskan, putusan MK soal PK yang diperbolehkan lebih dari satu kali, sudah diputuskan sejak lama dan tidak pernah menimbulkan masalah. Sementara, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA), mengenai PK, bertujuan untuk memperketat aturan, agar PK tidak disalahgunakan para terpidana untuk menghindar dari pelaksanaan eksekusi.

"Fungsinya SEMA harus dibaca seperti itu. Tetapi, KUHAP yang pengajuan PK dibatasi, itu sudah ditiadakan oleh MK. Jadi, khusus kasus pidana, kalau ada novum baru, bisa dijadikan alasan pengajuan PK, biar pun sudah pernah satu kali ajukan PK," kata Jimly.

Nico Harjanto, pengamat politik dari lembaga Populi Center mengatakan, perbedaan penafsiran hukum adalah hal yang wajar terjadi. Bahkan, di negara seperti Amerika Serikat sekalipun, perbedaan tafsir juga sering terjadi.

"Cara pandang yang berbeda sangat dominan. Ada konteks soal interpretatif," kata Nico.

Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 34/PUU-XI/2013 membatalkan Pasal 268 Ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang mengatur PK hanya dapat diajukan sekali. Dengan putusan itu, banyak yang menilai bahwa PK bisa diajukan berkali-kali.

Keputusan MK tersebut dinilai dapat menunda pelaksanaan eksekusi bagi para terpidana. Pengajuan PK secara berulang, secara tidak langsung mengulur-ulur waktu, sehingga penegak hukum terpaksa menunda proses eksekusi yang telah diputuskan.

Kemudian Mahkamah Agung membuat SEMA Nomor 7 Tahun 2014. SEMA tersebut mengatur pengajuan PK oleh terpidana hanya dapat dilakukan satu kali. Aturan internal tersebut dibuat agar pelaksanaan eksekusi bagi terpidana tidak mengalami penundaan panjang.

Meski demikian, SEMA tersebut tidak menggugurkan keputusan MK terhadap pengajuan PK. "Keputusan MK jangan dilihat dari lembaganya, tetapi itu merupakan undang-undang. SEMA juga isinya mengikuti undang-undang," kata Jimly.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saksi Ungkap soal Grup WhatsApp Bernama 'Saya Ganti Kalian' di Era SYL

Saksi Ungkap soal Grup WhatsApp Bernama "Saya Ganti Kalian" di Era SYL

Nasional
Jokowi Bakal Tinjau Langsung Pengelolaan Blok Rokan Pekan Ini

Jokowi Bakal Tinjau Langsung Pengelolaan Blok Rokan Pekan Ini

Nasional
Soal Jampidsus Dikuntit Densus 88, Anggota Komisi III DPR: Tak Mungkin Perintah Institusi

Soal Jampidsus Dikuntit Densus 88, Anggota Komisi III DPR: Tak Mungkin Perintah Institusi

Nasional
SYL Disebut Pernah Perintahkan Kirimkan Bunga dan Kue Ulang Tahun untuk Pedangdut Nayunda Nabila

SYL Disebut Pernah Perintahkan Kirimkan Bunga dan Kue Ulang Tahun untuk Pedangdut Nayunda Nabila

Nasional
UKT Batal Naik, Stafsus Jokowi Dorong Dasar Hukumnya Segera Dicabut

UKT Batal Naik, Stafsus Jokowi Dorong Dasar Hukumnya Segera Dicabut

Nasional
Pemilu 2024, Menghasilkan Apa?

Pemilu 2024, Menghasilkan Apa?

Nasional
20 Tahun Perkara yang Ditangani KPK Terancam Tidak Sah gara-gara Putusan Gazalba Saleh

20 Tahun Perkara yang Ditangani KPK Terancam Tidak Sah gara-gara Putusan Gazalba Saleh

Nasional
Ditawari oleh Anak SYL, Wambendum Nasdem Akui Terima Honor Rp 31 Juta Saat Jadi Stafsus Mentan

Ditawari oleh Anak SYL, Wambendum Nasdem Akui Terima Honor Rp 31 Juta Saat Jadi Stafsus Mentan

Nasional
Di Sidang SYL, Partai Nasdem Disebut Bagikan 6.800 Paket Sembako Pakai Uang Kementan

Di Sidang SYL, Partai Nasdem Disebut Bagikan 6.800 Paket Sembako Pakai Uang Kementan

Nasional
Narkopolitik, Upaya Caleg PKS Lolos Jadi Anggota Dewan di Aceh Tamiang

Narkopolitik, Upaya Caleg PKS Lolos Jadi Anggota Dewan di Aceh Tamiang

Nasional
Cucu SYL Bantah Pakai Uang Kementan untuk Biayai Perawatan Kecantikan, tapi...

Cucu SYL Bantah Pakai Uang Kementan untuk Biayai Perawatan Kecantikan, tapi...

Nasional
Ahmad Sahroni Disebut Kembalikan Uang Kementan Rp 820 Juta untuk NasDem Usai Diminta KPK

Ahmad Sahroni Disebut Kembalikan Uang Kementan Rp 820 Juta untuk NasDem Usai Diminta KPK

Nasional
Anak SYL Akui Terbiasa Terima Fasilitas Tiket Pesawat dari Kementan, Hakim: Tahu Tidak Itu Kebiasaan Buruk?

Anak SYL Akui Terbiasa Terima Fasilitas Tiket Pesawat dari Kementan, Hakim: Tahu Tidak Itu Kebiasaan Buruk?

Nasional
ICW Desak KPK Ajukan Banding Usai Hakim Bebaskan Gazalba Saleh di Putusan Sela

ICW Desak KPK Ajukan Banding Usai Hakim Bebaskan Gazalba Saleh di Putusan Sela

Nasional
MA Tunggu Aduan KPK, Usai Meminta Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh Diperiksa

MA Tunggu Aduan KPK, Usai Meminta Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh Diperiksa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com