Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Sipil Menolak Widyo Pramono Jadi Jaksa Agung

Kompas.com - 28/10/2014, 20:26 WIB

Oleh: Susana Rita Kumalasanti

JAKARTA, KOMPAS.com — Kalangan masyarakat sipil menolak jika Presiden Joko Widodo mengangkat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Widyo Pramono menjadi jaksa agung. Selain karena diragukan komitmennya di dalam pemberantasan korupsi, pengangkatan Jampidsus yang saat ini tengah menangani kasus pengadaan bus transjakarta itu akan memunculkan kesan terjadinya barter kasus.

”Tidak elok, baik untuk kejaksaan maupun untuk Jokowi sendiri. Akan menimbulkan tuduhan bahwa pengangkatan itu transaksional sehingga justru menghancurkan keduanya,” kata Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi (Maki) Boyamin Saiman, Selasa (28/10/2014), di Jakarta.

Kejaksaan Agung di bawah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sedang menangani dugaan korupsi dalam pengadaan bus transjakarta. Pengadaan itu dilakukan dalam masa kepemimpinan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Menurut Boyamin, langkah tersebut sebaiknya dihindari oleh Jokowi. Nama Jokowi justru akan jatuh karena bisa dituduh pengangkatan pejabat Jampidsus dimaksudkan untuk menyelamatkan Jokowi dari anggapan keterlibatan dalam perkara bus transjakarta.

Boyamin mengungkapkan, pihaknya memiliki catatan yang tidak bagus mengenai kinerja Widyo ketika menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi di Jawa Tengah. Saat itu, kata Boyamin, banyak kasus mandek, seperti kasus yang melibatkan Bupati Karanganyar Rina Iriani. Kalaupun ada kasus yang ditangani, Boyamin menilai hal itu dilakukan karena ada unsur pamrih di dalamnya.

Selain Widyo, nama-nama yang disebut-sebut sebagai calon jaksa agung adalah Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf dan mantan Kepala PPATK Yunus Husein, serta Zulkarnaen dan Busyro Muqoddas yang saat ini masih menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tak berprestasi

Peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar, mengungkapkan, pihaknya juga kurang setuju jika Widyo ditunjuk menjadi jaksa agung. Sebab, selama menjadi Jampidsus, pihaknya menilai tak ada prestasi yang menonjol selama masa kepemimpinannya. Beberapa kasus yang ditangani bahkan sebagian besar menimbulkan kontroversi di publik.

”Tidak ada prestasi yang signifikan. Banyak kasus yang mandek, misalnya kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM), seperti pembunuhan aktivis HAM, Munir, tidak berlanjut. Jadi, agak rentan kalau yang bersangkutan di posisi eksekutif,” ujar Erwin.

Boyamin ataupun Erwin menyarankan Jokowi agar memilih figur lain. ”Memang ada perdebatan tentang apakah jaksa agung harus berasal dari internal atau eksternal Kejaksaan Agung. Kalau menurut saya, sebaiknya dari internal, tetapi pernah ’sekolah’ di luar (kejaksaan). Misalnya, pernah di KPK atau PPATK,” katanya.

Keduanya kemudian menyodorkan nama Muhammad Yusuf.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com