Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Dakwaan Anas yang Menurut KPK Bakal Terbukti

Kompas.com - 24/09/2014, 07:15 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menilai mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang seperti yang didakwakan tim jaksa penuntut umum KPK.

"Anas telah terbukti sangat meyakinkan, membeli Anugerah Grup, mendapatkan gaji, penghasilan serti fasilitas dari korporasi tersebut. Anas juga terbukti mengkonsolidasi kantong uang dari fee berbagai proyek di BUMN dan lainnya serta melakukan pencucian uang," kata Wakil Ketua PK Bambang Widjojanto, melalui pesan singkat, Selasa (23/9/2014).

Bambang berharap majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis maksimal kepada Anas sesuai dengan kesalahannya. Anas akan menghadapi sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu (24/9/2014) siang.

Fakta persidangan

Menurut Bambang, keterangan saksi di persidangan juga menguatkan dakwaan jaksa KPK. Keterangan saksi itu, ujar Bambang memberikan contoh, adalah dari notaris Bertha Herawati dan bukti elektronik yang menunjukkan bahwa Anas berambisi menjadi presiden dan menjadi ketua umum partai.

"Langkah awal membeli hotline advertising seharga Rp 52 miliar. Ada beberapa bukti elektronik seperti BBM yang mengkonfirmasi hal itu," sambung Bambang. Perbuatan lain yang dianggap Bambang terbukti dilakukan Anas adalah menghimpun dana bersama-sama mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, dengan mendirikan Anugerah Grup yang kemudian berubah nama menjadi Grup Permai.

Selain itu, Bambang menilai Anas terbukti membeli saham Anugerah Nusantara dari Nazaruddin sebesar 30 persen pada Maret 2007, serta menerima pemberian mobil dari PT Anugerah. "Anas juga terbukti menyuruh Nazar melarikan diri ke Singapura sesuai dengan keterangan Mauren dan Neneng selain keterangan Nazaruddin," kata Bambang.

Bukan hanya itu, KPK menganggap Anas terbukti bersama-sama istrinya, Athiyyah Laila telah menghilangkan nama Athiyyah dalam kepemilikan PT Dutasari Citralaras. Tanggal dokumen akta kepemilikan perusahaan tersebut dibuat menjadi lebih awal sehingga Athiyyah seolah-olah mengundurkan diri pada 2009.

Pada 2010, PT Dutasari mendapat pengerjaan proyek Hambalang senilai kira-kira Rp 324 miliar. Perusahaan ini juga mendapatkan pengerjaan subkontraktor pembangunan gedung pajak dari PT Adhi Karya pada 2008 senilai Rp 80 miliar

"Hal ini ditopang oleh Mahfud Suroso yang nyuruh bakar dokumen-dokumen dan juga menyuruh saksi Rony Wijaya untuk mencabut keterangan. Anas juga mendapatkan dana dari Machfud Surosi sesuai keterangan Yanto supir Machfud yang diberikan kepada Ryadi sopir Anas," kata Bambang.

Selain itu, Bambang menyebut Anas membuka kantung logistik dari sejumlah BUMN. Grup Permai, kata dia, mendapatkan fee sekitar 7 hingga 22 persen sejak 2009-2010 yang dicatat mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai, Yulianis.

Selaku anggota DPR, lanjut Bambang, Anas menerima uang dari Adhi Karya sekitar Rp 2,3 miliar dan Nazaruddin sebesar Rp 84 miliar. Anas juga menerima Harrier dan Vellfire.

Menurut Bambang, Anas lalu menggunakan uang yang dia terima tersebut untuk membeli aset berupa lahan dan bangunan. "Membeli beberapa tanah dan bangunan di Duren Sawit, membeli lahan di Panjaitan Yogyakarta, membeli beberapa lahan di Bantul," tutur dia.

Kendati demikian, penilaian KPK ini belum tentu sama dengan putusan hakim. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dijadwalkan membacakan vonis Anas pada Rabu (23/9/2014) sekitar pukul 13.00 WIB.

15 tahun

Tim jaksa KPK sebelumnya menuntut Anas dihukum 15 tahun penjara. Dia juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 94 miliar dan 5,2 juta dollar AS. Menurut KPK, uang ini senilai dengan fee proyek yang dikerjakan Grup Permai.

Jaksa KPK menduga Anas dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, bergabung dalam Grup Permai untuk mengumpulkan dana. Selain menuntut hukuman penjara dan denda, jaksa KPK meminta hakim mencabut hak Anas untuk dipilih dalam jabatan publik.

Atas tuntutan jaksa ini, Anas dan tim kuasa hukumnya mengajukan pleidoi atau nota pembelaan. Dalam pledoinya Anas menilai tuntutan tim jaksa KPK tidak berdasarkan alat bukti yang kuat.

Tim jaksa KPK, menurut Bambang, hanya berdasarkan pada keterangan Nazaruddin dan anak buah Nazaruddin yang disebutnya telah dipengaruhi Nazaruddin. Anas juga menilai tuntutan pencabutan hak politik jaksa KPK bermuatan politis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com