Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Pendapat, Satu Hakim Nilai Hendra "Office Boy" Harus Dibebaskan

Kompas.com - 27/08/2014, 16:53 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu hakim berbeda pendapat (dissenting opinion) dalam memutus perkara dugaan korupsi proyek videotron yang menjerat office boy PT Rifuel, Hendra Saputra. Anggota majelis hakim Sofialdi menilai Hendra tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sehingga harus dibebaskan.

Menurut dia, Hendra tidak terbukti melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer, maupun Pasal 3 UU Tipikor sebagaiamana dalam dakwaan subsider.

"Unsur melanggar hukum tidak terbukti, maka unsur berikutnya tidak perlu dipertimbangkan lagi. Maka harus dibebaskan dari dakwaan primer," kata Sofialdi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (26/8/2014).

Sofialdi menilai Hendra hanya menjadi alat bagi Direktur PT Rifuel Riefan Avrian untuk mendapatkan keuntungan dari proyek videotron. Riefan mendirikan PT Imaji Media kemudian menjadikan Hendra sebagai direktur utama di perusahaan tersebut untuk dapat mengikuti dan memenangkan tender videotron di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Kementerian tersebut dipimpin ayah Riefan, Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan.

"Hendra mulai dari pengakangkatan (sebagai direktur) sampai pemenangan sudah diatur sedemikian rupa oleh Riefan sehingga tidak ada ketentuan penandatanganan dokumen terlarang atau bertentangan dengan norma lain," kata Sofialdi.

Meski ada pendapat berbeda dari Sofialdi, majelis hakim Tipikor tetap menyatakan Hendra bersalah. Pendapat berbeda dari hakim Sofialdi ini menjadi kesatuan dalam amar putusan majelis hakim.

Majelis hakim menyatakan Hendra bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dalam kasus videotron. Dia dijatuhi hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan.

Menurut majelis hakim, Hendra secara sadar menandatangani dokumen yang berkonsekuensi hukum, padahal penadantanganan dokumen itu tidak sesuai dengan tugasnya sebagai office boy.

Dokumen yang ditandatangani Hendra di antaranya dokumen penawaran PT Imaji Media untuk pengerjaan videotron tahun 2012, dan kwitansi pembayaran uang muka dari kontrak atas pekerjaan videotron.

Pria yang tidak tamat SD itu menandatangani dokumen-dokumen tersebut dalam posisinya sebagai Direktur PT Imaji Media. Akibat perbuatan ini, Hendra dianggap telah menguntungkan Rievan yang sengaja mendirikan PT Imaji Media untuk mengikuti dan memenangkan tender proyek videotron.

Ketua majelis hakim Nani Indrawati mengatakan, pemberian hukuman kepada Hendra dimaksudkan untuk memberikan pelajaran kepada orang lain agar berani menolak perbuatan melawan hukum. Dalam pertimbangannya, hakim menilai kecerobohan Hendra yang tidak melawan atasannya, Riefan, tersebut sebagai hal yang memberatkan.

"Terdakwa bertindak ceroboh dengan bersedia melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya hanya dengan alasan takut kehilangan pekerjaan," ujar hakim Nani.

Sedangkan hal yang meringankan, Hendra dianggap bersikap lugu dan memberikan keterangan yang lugas, belum pernah dihukum sebelumnya, dan keterbatasan pendidikan yang membuat Hendra mudah diperdaya orang lain.

Melalui putusannya, hakim juga membebaskan Hendra dari tuntutan membayar uang pengganti sebesar Rp 19 juta. Atas putusan ini, baik Hendra maupun jaksa Kejaksaan Tinggi Negeri mengatakan akan pikir-pikir apakah banding atau tidak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com