Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jawaban Berubah-ubah, Saksi Prabowo-Hatta Bikin Riuh Sidang DKPP

Kompas.com - 14/08/2014, 17:42 WIB
Fathur Rochman

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Suasana sidang kode etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu di Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Kamis (14/8/2014), menjadi riuh ketika koordinator tim advokat Prabowo Subianto-Hatta Rajasa Provinsi Jawa Timur, M Sholeh, menjawab pertanyaan-pertanyaan dari dua Komisioner Komisi Pemilihan Umum. Jawaban Sholeh berubah-ubah.

Awalnya, Komisioner KPU Juri Ardiantoro bertanya kepada Sholeh, apakah dia mengetahui ada komplain dari saksi Prabowo-Hatta saat penghitungan suara di tingkat tempat pemungutan suara (TPS) terkait pengguna daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb). Sholeh menjawab tidak ada keberatan saat proses penghitungan di tingkat TPS. Dia mengaku itu merupakan kelemahan dari tim Prabowo-Hatta.

Juri kembali bertanya kepada Sholeh, apakah dirinya memiliki contoh masalah di TPS terkait DPKTb. Sholeh menjawab bahwa dia tidak mengetahui contoh masalah di TPS karena dirinya merupakan saksi provinsi.

"Saya tidak tahu karena saya bukan saksi TPS, saya saksi provinsi," ujar Sholeh.

Komisioner KPU lainnya, Arif Budiman, bertanya kepada dia tentang waktu rekapitulasi di tingkat Provinsi Jawa Timur. Sholeh mengecek berkas yang dia bawa, lalu menjawab proses rekapitulasi di tingkat provinsi dilaksanakan 18-19 Juli 2014.

Setelah itu, Arif bertanya apakah Sholeh menghadiri proses rekapitulasi tersebut. Mendengar pertanyaan tersebut, Sholeh menarik ucapannya sebagai saksi provinsi dan mengatakan dirinya sebagai tim advokat Prabowo-Hatta. "Saya tim advokasi, bukan saksi provinsi," ucap Sholeh.

Mendengar jawaban Sholeh yang berubah-ubah, suasana sidang menjadi riuh dan timbul gelak tawa. Melihat hal tersebut, Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie mengatakan, memang sulit menentukan definisi saksi dalam persidangan. Di satu sisi, saksi harus menjawab berdasarkan fakta, di sisi lainnya, saksi ini adalah pihak.

"Sepanjang menerangkan keterangan obyektif, kita terima. Karena belum dinilai, saya anggap benar dulu semua," ucap Jimly.

Dalam kesaksiannya, Sholeh mempermasalahkan soal pembukaan kotak suara dan masalah penggunaan DPKTb di beberapa TPS. Menurut dia, ada fakta lapangan yang menunjukkan sekelompok orang bisa mencoblos tanpa menggunakan KTP ataupun identitas lainnya. "Mereka bisa nyoblos cuma pakai keterangan domisili," ujar Sholeh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com