Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pukul 09.00 WIB, Sidang Vonis Skandal Bank Century

Kompas.com - 16/07/2014, 07:46 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Mulya akan menghadapi sidang vonis kasus dugaan korupsi Bank Century, Rabu (16/7/2014). Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Afiantara itu akan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang dijadwalkan pada pukul 09.00 WIB.

Penasihat hukum Budi, Luhut Pangaribuan, berharap kliennya dibebaskan dari jeratan hukum sebagaimana dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. "Harapannya BM (Budi Mulya) lepas karena yang didakwakan kebijakan BI dan KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan). Kalau hati nurani senantiasa menyertai majelis hakim, hal itu akan terjadi," kata Luhut melalui pesan singkat, Selasa (15/7/2014) malam.

Menurut Luhut, pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank itu sebagai bank gagal berdampak sistemik adalah kebijakan yang diambil pemerintah. "Kami tahu berat karena politisasi kasus ini, tapi ini kan kemerdekaan dan martabat BM. Dia tidak mengambil kebijakan tentang FPJP dan bail out, tapi pemerintah, mengapa dia yang dituntut?" ujar Luhut.

Sebelumnya, jaksa KPK menuntut Budi dengan hukuman 17 tahun penjara dan denda Rp 800 juta subsider 8 bulan kurungan. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, KPK yakin bahwa kasus dugaan korupsi Bank Century mengandung delik pidana dan ada kesalahan yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum.

Terkait dengan pemberian FPJP, KPK menilai tindakan yang dilakukan Budi secara bersama-sama dengan pihak lain tersebut merupakan tindak pidana. Pemberian FPJP tersebut dianggap memenuhi delik pidana karena diberikan kepada Bank Century meskipun bank itu tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan FPJP.

Selain FPJP, KPK menduga ada tindak pidana yang dilakukan Budi secara bersama-sama terkait dengan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Dugaan itu, kata Bambang, diperkuat dengan fakta persidangan selama ini yang menunjukkan bahwa Budi dan pihak lain di BI telah mengabaikan hasil pemeriksaan on site supervision BI terkait Bank Century.

"Sejak 2005-2008, BI sudah menemukan ada banyak pelanggaran Bank Century, kredit fiktif, LC fiktif, pembiayaan fiktif, tapi tidak ditindak. Rekomendasi untuk menutup BI oleh pengawas pun telah diabaikan terdakwa dan pihak-pihak BI lain," ujar Bambang.

Jaksa berpendapat Budi melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan primer.

Dalam surat tuntutan Budi yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada Senin (16/6/2014), jaksa menyebutkan ada kerja sama yang erat antara Budi dan Gubernur BI, yaitu Boediono, serta Deputi Gubernur BI lainnya dalam pemberian FPJP.

Pengucuran FPJP senilai Rp 689,394 miliar itu masih pula berlanjut dengan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga mendapatkan kucuran dana talangan Rp 6,762 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com