Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Diminta Tak Terjebak Hasil "Quick Count"

Kompas.com - 11/07/2014, 09:09 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat diminta tidak terjebak paparan hasil hitung cepat alias quick count dari Pemilu Presiden 2014. Meski diniatkan sebagai pengawal hasil resmi pemilu, quick count juga bisa "menyesatkan" bila tak memenuhi standar minimal yang harus dipenuhi.

"Kita harus menunggu keputusan apa pun dari KPU (Komisi Pemilihan Umum, red). Hasil quick count hanya untuk memetakan, bukan penentu," kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sudjito saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (11/7/2014). Dia pun menegaskan, penentu hasil pemilu, selalu adalah hasil perhitungan dari KPU itu.

Dosen sosiologi politik di UGM ini menyampaikan, lembaga survei yang memaparkan hasil hitung cepatnya juga harus obyektif. Dalam posisi ini, publik juga dapat menuntut lembaga survei tersebut membuka data dan metodologinya sebagai bentuk pertanggungjawaban secara akademis.

Pengawal yang bisa juga "menyesatkan"

Arie menambahkan, hitung cepat berfungsi untuk mengawal rekapitulasi suara yang dilakukan KPU. Akan tetapi, kata dia, hasil hitung cepat juga dapat "menyesatkan" ketika lembaga survei yang membuatnya tak kredibel maupun beritegritas.

"Kecenderungan (dari lembaga tak berintegritas maupun kredibel), seseorang dapat mendistorsi hasilnya. Ini bahaya kalau digunakan sebagai alat propaganda untuk memengaruhi persepsi rakyat," ujarnya.

Dengan alasan itu, Arie mendukung pihak-pihak yang mendorong dilakukan audit pada lembaga survei yang menyebarkan hasil hitung cepat. Menurut Arie, langkah tersebut akan berdampak baik pada pendidikan politik di Indonesia.

Seperti diketahui, setelah waktu pencoblosan pilpres ditutup, beberapa lembaga langsung melakukan dan mengumumkan hasil hitung cepatnya. Ada lembaga yang menyatakan pemenang Pilpres 2014 adalah Joko Widodo-Jusuf Kalla, tapi ada juga yang menyatakan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sebagai pemenangnya.

Untuk menjaga suasana kondusif, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sampai memanggil kedua pasang capres-cawapres pada Rabu (9/7/2014) malam. Dalam kesempatan itu, Presiden SBY meminta masing-masing pasangan menjaga dan menginstruksikan para pendukungnya untuk menunggu hasil penghitungan akhir dari KPU.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com