Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Retorika Hatta Dinilai Lebih Bagus, JK Lebih Realistis

Kompas.com - 30/06/2014, 13:39 WIB
Meidella Syahni

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
— Pengamat politik Universitas Paramadina, Suratno, menilai hasil debat calon wakil presiden, Minggu (29/6/2014) malam, tidak berbeda signifikan dengan debat sebelumnya. Cawapres Hatta Rajasa dinilai lebih baik dalam retorika, sementara Jusuf Kalla lebih realistis dan implementatif.

"Hampir sama dengan debat Prabowo (yang kuat di retorik) dan Jokowi (kuat di implementasi) sebelumnya," ujar Suratno kepada Kompas.com, Senin (30/6/2014).

Ia mencontohkan pembahasan pendidikan budi pekerti yang disampaikan JK. Kurikulum yang baru diluncurkan tahun lalu itu secara konseptual mengacu pada negara maju. Kurikulum ini mengedepankan tiga aspek, yakni skill, psikomotorik, dan afektif.

"Saya kira jika Jokowi-JK terpilih, Kurikulum 2013 ini harus mereka lanjutkan dan diperbaiki, terutama dari segi implementasinya," ujarnya.

Selain itu, konsep Revolusi Mental yang ditekankan JK pada perubahan mindset guru lebih bisa diterapkan karena guru merupakan ujung tombak yang langsung berhubungan dengan anak-anak. Begitu juga dengan misi terkait lembaga pendidikan tinggi yang juga ia nilai lebih realistis.

Sementara Hatta Rajasa yang mengedepankan pendidikan gratis 12 tahun dan anggaran Rp 10 triliun untuk riset dan teknologi, bagi Suratno, cukup bagus dalam tataran konsep. Namun, kata dia, Hatta belum menjabarkan sumber dana tambahan untuk mencapai jumlah itu.

"Itu bagus, tapi kita mengalami defisit setiap tahun. Dari mana dana itu mau ditambah, belum dijelaskan Hatta," jelasnya.

Mengenai korespondensi antara cawapres dalam tanya jawab, Suratno menilai kedua kandidat terjebak pada pertanyaan apa yang sudah dilakukan rivalnya terkait tema yang diangkat.

"Jadi kurang fokus dengan apa yang akan dilakukan," katanya.

Implementasi tak sesuai

Dalam menjawab pertanyaan, retorika Hatta dinilai Suratno lebih meyakinkan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan masih sulit mengimplementasikan apa yang dijabarkan mantan Menteri Perekonomian itu. "Masih banyak kesenjangan," katanya.

Ia mencontohkan Undang-Undang tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan IPTEK, yang dalam praktiknya masih belum berjalan di lapangan. Misalnya, keluhan beberapa peneliti LIPI terkait royalti penelitian yang kerap ditahan Kementerian Keuangan.

Selain itu, insentif penelitian bebas pajak juga belum bisa diterapkan, padahal sudah diatur undang-undang.

"Undang-undangnya memang dirancang pada zaman Hatta menjadi menteri, namun implementasi jauh panggang dari api antara perumus kebijakan dan penghasil teknologi," jelasnya.

Selain itu, berbagai kebijakan yang dibanggakan Hatta, kata Suratno, mengalami problem di level implementasi. Dalam pemaparan soal MP3EI, misalnya, terjadi banyak masalah karena tidak sesuai dengan kebijakan dari daerah.

"Kebijakan ristek internasional tidak berpihak pada daerah. Lebih banyak mengedepankan ekonomi pasar dari pada kebutuhan riset. Jika Pak Hatta mengatakan LIPI lebih banyak ke riset dasar, tidak ada itu. Penelitian dasar banyak ditolak Bappenas dan Menkeu. Lebih banyak riset terapan sesuai pesanan pasar," terangnya.

Namun, Suratno menambahkan, Hatta cukup jeli dalam memberikan pertanyaan terkait Ujian Nasional.

"Terkait hal ini dan Revolusi Mental, JK memberikan jawaban yang kurang meyakinkan. Di akhir JK terlihat kurang fit," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Nasional
Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com