Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putri Budi Mulya: Iblis Mana yang Bisikkan Jaksa KPK Tuntut Ayah 17 Tahun?

Kompas.com - 17/06/2014, 11:37 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Presenter Nadia Mulya mengaku kecewa atas langkah tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi yang menuntut ayahnya, Budi Mulya, dihukum 17 tahun penjara. Budi merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Yang pasti saya sangat kecewa, saya sedih, saya enggak menyangka tuntutan akan seberat itu. Saya enggak ngerti, iblis mana yang membisikkan kepada jaksa penuntut umum untuk angka 17 tahun, kecewa luar biasa," kata Nadia di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (17/6/2014) saat akan menjenguk ayahnya yang ditahan KPK.

Nadia mengatakan, pihak keluarga sebelumnya yakin bahwa Budi akan dituntut ringan. Menurut Nadia, saksi-saksi dan alat bukti yang ditunjukkan selama persidangan tidak memperlihatkan kesalahan yang dilakukan ayahnya sehingga patut dituntut 17 tahun penjara.

Putri Pariwisata dalam ajang Putri Indonesia 2004 itu menilai ayahnya dikorbankan dalam kasus Century. Ia berharap masyarakat bisa menilai siapa sebenarnya pihak yang bersalah dalam kasus tersebut jika mengikuti jalannya persidangan selama ini.

"Saya yakin, kalau bisa, benar-benar diikuti, ketahuan kok siapa yang sebenarnya bersalah dan betapa tidak bersalahnya Bapak saya, jadi saya enggak bisa ngomong, mungkin masyarakat sendiri yang akan menilai," ucapnya.

Dia berharap majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta bisa memutus perkara Budi Mulya dengan seadil-adilnya. Dalam dua pekan ke depan, Budi Mulya dan tim kuasa hukumnya akan mengajukan pleidoi atau nota pembelaan atas tuntutan jaksa KPK.

"Kita siap (dihukum) setahun dua tahun, angka 17 tahun kita enggak ngerti. Bapak saya 60 tahun, ditahan (hingga) 77 tahun itu menghancurkan hidup saya dan cucu-cucu," kata Nadia.

Selain tuntutan pidana 17 tahun penjara, tim jaksa KPK menuntut agar Budi Mulya dihukum membayar uang pengganti senilai Rp 1 miliar. Nilai uang pengganti tersebut setara dengan uang yang diterima Budi dari pemegang saham Bank Century Robert Tantular. Menurut Budi, uang ini merupakan pinjaman yang sudah dia kembalikan kepada Robert beberapa waktu lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com