Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Kewalahan Hadapi Tim Pakar, Dimyati Diminta Mundur dari Seleksi Hakim MK

Kompas.com - 04/03/2014, 13:53 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) meminta Ahmad Dimyati Natakusumah untuk mundur dari seleksi calon hakim konstitusi. Dimyati diminta tetap fokus menjalankan tugas sebagai anggota Tim Kerja Sistem Ketatanegaraan Indonesia di MPR RI.

"Dimyati diminta untuk tidak ikut serta mengikuti pencalonan hakim konstitusi karena banyak yang kita butuhkan, tenaga dan pikirannya," kata Ketua Fraksi PPP di MPR Irgan Chairul Mahfidz dalam jumpa pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (4/3/2014).

Terkait proses fit and proper test yang sudah dilakukan Dimyati, Irgan menilai, sekarang waktu yang tepat untuk meminta yang bersangkutan berkonsentrasi pada tugas selama ini. Irgan mengaku bahwa pihaknya telah mengirimkan surat permintaan dengan Nomor: 05/FPPP/MPR-RI/III/2014 kepada Dimyati. Surat itu ditembuskan kepada DPP PPP, pimpinan MPR, pimpinan DPR, dan Fraksi PPP di Komisi III.

Surat itu berbunyi: "Pimpinan Fraksi PPP MPR RI meminta dengan hormat kepada Saudara Dr H Ahmad Dimyati Natakusuma untuk tetap menjabat dan menjalankan tugas sebagai anggota Tim Kerja Sistem Ketatanegaraan Indonesia di MPR RI. Untuk itu, kami berharap kepada saudara untuk tidak mengikuti seleksi pencalonan anggota hakim konstitusi mengingat tenaga dan pikiran Saudara sangat dibutuhkan Fraksi PPP sebagai anggota Tim Kajian Sistem Ketatanegaraan Indonesia."

Seperti diberitakan, dari 11 calon penjaga konstitusi, Dimyati adalah satu-satunya calon yang berlatar belakang politisi. Ia kini duduk sebagai anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP. Saat diuji oleh tim pakar, Dimyati kewalahan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

Nantinya, hasil ujian tersebut akan dibahas oleh Tim Pakar dan menjadi rekomendasi kepada Komisi III yang akan memilih dua calon hakim konstitusi. Dua calon hakim yang terpilih akan menggantikan posisi Akil Mochtar yang menjadi terdakwa kasus suap dan Harjono yang akan segera memasuki masa pensiun.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com