Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Kabulkan Uji Materi UU MK

Kompas.com - 13/02/2014, 16:37 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
 
"MK mengabulkan permohonan yang diajukan seluruhnya," kata Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan putusan di ruang sidang utama Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (13/2/2014).
 
Permohonan perkara tersebut terdaftar dalam dua nomor, yaitu perkara 1/PUU-XII/2014 dan 2/PUU-XII/2014. Pemohon pertama adalah gabungan advokat dan konsultan dengan nama Forum Pengacara Konstitusi yang diwakili Andi M. Asrun. Sementara perkara kedua diajukan oleh sejumlah dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, seperti Gautama Budi Arundhati dan Nurul Ghufron.
 
Pemohon pertama meminta mahkamah membatalkan UU tersebut secara keseluruhan. Menurut mereka, UU itu bertentangan dengan UUD 1945, baik secara filosofis, formil, maupun materiil.
 
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, Asrun berpendapat, Perppu MK yang disahkan menjadi UU tidak sah karena tidak memenuhi syarat kegentingan. Selain itu, ia juga keberatan dengan substansi dalam UU itu yang menyangkut penambahan persyaratan untuk menjadi hakim konstitusi, mekanisme proses seleksi pengajuan hakim konstitusi, dan perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi.
 
Sementara itu, pemohon kedua meminta mahkamah membatalkan pasal yang mengatur tentang pembentukan panel ahli dan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK), yaitu pasal 18A Ayat (1), pasal 18D, pasal 18C Ayat (3), dan pasal 27 Ayat (1) dan (4).
 
Mereka mempermasalahkan syarat pendidikan anggota panel ahli yang minimal bergelar magister, padahal calon hakim konstitusi harus bergelar doktoral dan negarawan. Selain itu, mereka juga menggugat keterlibatan Komisi Yudisial dalam mengangkat hakim konstitusi.

Seperti diberitakan, Perppu MK yang kemudian disahkan menjadi UU dibuat pascaterungkapnya kasus dugaan korupsi yang menjerat Ketua MK saat itu, Akil Mochtar. Ada perubahan dalam proses rekrutmen hakim konstitusi. Ada tiga substansi penting dalam revisi tersebut. Pertama, penambahan persyaratan menjadi hakim konstitusi dengan latar belakang partai politik harus terlebih dulu non-aktif selama minimal 7 tahun dari partainya.

Kedua, soal mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi dari presiden, DPR, dan MA yang harus terlebih dulu di seleksi oleh panel ahli yang dibentuk Komisi Yudisial. Ketiga, soal perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi melalui Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang dipermanenkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com