JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Muhammad masih belum juga menentukan sikap jelas soal rencana kebijakan honor saksi partai politik (parpol) di tempat pemungutan suara (TPS) dari APBN. Hanya, ia meminta agar Bawaslu jangan dulu mengelola dana saksi parpol.
"Keberadaan saksi parpol itu sangat mendukung upaya-upaya peningkatan pengawasan di tingkat TPS. Tapi, anggaran itu (dititipkan) kepada Bawaslu? Jangan dulu," ujar Muhammad di Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Jumat (7/2/2014).
Ia mengatakan, Bawaslu tidak berwenang memutuskan untuk menerima atau menolak kebijakan itu. Menurutnya, keputusan untuk meloloskan atau tidak rencana itu adalah wewenang pemerintah dan DPR.
"Kami tunggu keputusan pemerintah. Bawaslu dalam posisi, ya kalau itu keputusan pemerintah, kami mesti menghargai. Keputusan pemerintah tentu bersama DPR," kata dia.
Muhammad mengatakan, untuk dapat mengelola dana saksi parpol, Bawaslu harus mengevaluasi kekuatan struktur kerja pihaknya.
Seperti diberitakan, pemerintah berencana membayar saksi parpol yang akan ditempatkan di setiap TPS. Hal itu untuk mengantisipasi kekurangan dana yang kerap dikeluhkan parpol. Setiap saksi akan dibayar Rp 100.000 untuk mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS.
Untuk honor saksi parpol, pemerintah menganggarkan Rp 660 miliar. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, jadi atau tidaknya kebijakan itu digolkan tergantung pada keputusan Bawaslu.
Menurut pihak Kemendagri, kemungkinan peraturan presiden soal dana saksi parpol akan dibuat terpisah dari perpres mitra PPL dan linmas. Saat ini, perpres dana saksi ini masih dibahas untuk merumuskan posisi hukum yang tepat agar tidak ada masalah.
Ketidakjelasan alokasi anggaran negara untuk saksi partai politik tidak memengaruhi persiapan partai politik menghadapi Pemilu 2014. Partai politik peserta pemilu mulai mempersiapkan saksi yang akan ditempatkan di setiap tempat pemungutan suara.