Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril: Putusan MK Tak Jelas, Sangat Politis

Kompas.com - 24/01/2014, 12:56 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Izha Mahendra menilai, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemilu serentak sarat permainan politik. Yusril menuding MK telah dimanfaatkan oleh kepentingan politik sehingga memutuskan untuk menerapkan pemilu serentak pada 2019, yang dianggapnya inkonstitusional.

"Putusan MK ini banyak sekali yang tidak jelas. Selama ini, saya dituduh memanfaatkan Hamdan Zoelva (Ketua MK, mantan politisi PBB). Sekarang siapa yang memanfaatkan? Siapa yang buat MK jadi membuat keputusan seperti itu?" ujar Yusril saat dihubungi pada Jumat (24/1/2014), menyikapi putusan uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden.

Yusril mengatakan, ketidakjelasan putusan MK terlihat dari penetapan pelaksanaan pemilu serentak yang baru dilakukan pada 2019. Menurut Yusril, keputusan ini keliru lantaran putusan pengadilan seharusnya langsung diterapkan saat itu dan tidak ada istilah penundaan.

Tuduhan memanfaatkan koneksi dengan Hamdan, disebut Yusril, tidak relevan jika melihat putusan MK yang jauh dari harapannya. Dia juga mencurigai adanya upaya pembentukan opini bahwa keputusannya tidak lagi penting setelah MK memutus gugatan Effendi sehari setelah sidang pertama gugatan Yusril digelar di MK.

Seharusnya, kata Yusril, sidang gugatan yang dilakukan Effendi dan kawan-kawan sudah bisa diputuskan pada Maret 2013. Dengan begitu, dia tidak lagi perlu melayangkan gugatan serupa.

"Tapi begitu saya putuskan melayangkan gugatan dan mendapatkan sorotan media hingga negara-negara lain, akhirnya baru langsung diputus. Ini politis sekali," kata bakal calon presiden dari PBB itu.

Menurut Yusril, implikasi dari gugatan yang dilayangkan Effendi sebenarnya tidak terlalu dahsyat. Yusril mengatakan, gugatannya lebih berdampak besar dibandingkan yang diajukan oleh Effendi. Dia mencontohkan, permohonan yang diajukan Effendi dan kawan-kawan tidak meminta secara langsung maksud Pasal 6A Ayat (2) dan Pasal 22E UUD 1945.

Yusril mengatakan, dia meminta MK menafsirkan secara langsung maksud Pasal 6A Ayat (2) dan Pasal 22E UUD 1945 dalam gugatannya. Di Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 tertulis, "Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum".

Adapun di Pasal 22E UUD 1945 tertulis, "Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah".

Menurut Yusril, jika MK menafsirkan maksud Pasal 6A Ayat (2) bahwa parpol peserta pemilu mencalonkan pasangan capres sebelum pileg, maka tak perlu lagi ada undang-undang untuk melaksanakannya.

"Kalau MK tafsirkan Pasal 22E Ayat (1) bahwa pemilu dilaksanakan sekali dalam lima tahun berarti pileg dan pilpres disatukan, tak perlu mengubah UU untuk melaksanakannya. Maka, penyatuan pileg dan pilpres dapat dilaksanakan pada 2014 ini juga," kata Yusril.

Seperti diberitakan, MK mengabulkan sebagian uji materi UU Pilpres yang diajukan akademisi Effendi Gazali bersama Koalisi Masyarakat untuk Pemilu Serentak dengan putusan pemilu serentak pada 2019. Jika dilaksanakan pada 2014, menurut MK, maka pelaksanaan pemilu dapat mengalami kekacauan dan menimbulkan ketidakpastian hukum yang justru tidak dikehendaki karena bertentangan dengan UUD 1945.

MK dalam putusannya menegaskan bahwa penyelenggaraan pileg dan pilpres yang berlangsung tidak serentak pada 2009, dan akan diulangi pada Pemilu 2014, tetap dinyatakan sah dan konstitusional. Untuk keputusan pemilu serentak, diperlukan aturan baru sebagai dasar hukum dalam melaksanakannya.

Dengan putusan MK itu, syarat pengusungan capres-cawapres pada Pilpres 2014 tetap berpegang pada UU Pilpres, yakni 20 persen perolehan kursi DPR atau 25 persen perolehan suara sah nasional. Jika tak cukup, maka parpol harus berkoalisi untuk mengusung capres-cawapres.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com