Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/01/2014, 08:37 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com -
Terkuaknya kasus suap yang menjerat Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar menjadi titik balik kepercayaan publik. Sebelum kasus suap terbongkar, kepercayaan publik begitu besar. Namun, kepercayaan tersebut runtuh ketika Akil Mochtar ditangkap. Mengembalikan kepercayaan publik adalah ujian terberat bagi lembaga ini.

Bagaimanapun kepercayaan publiklah yang selama ini menjadi penopang lembaga-lembaga negara agar bisa bekerja dengan baik. Sejumlah hasil jajak pendapat Kompas merekam, Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga hukum yang citranya relatif terjaga baik di mata publik.

Pada Juni 2012, misalnya, separuh lebih responden (56,8 persen) menilai citra lembaga ini baik. Citra positif tersebut tidak lepas dari sejumlah putusan MK yang dipandang sebagai terobosan. Sebut saja soal putusan terkait pekerja alih daya dan pekerja tetap perusahaan pemberi kerja yang menurut MK berhak atas manfaat yang adil tanpa diskriminasi (Kompas, 18/1/2012).

Namun, hasil jajak pendapat Kompas seminggu setelah penangkapan Akil Mochtar memperlihatkan angka yang anjlok drastis dibandingkan dengan jajak pendapat sebelumnya. Hasil sigi tersebut mencatat hanya 8,8 persen responden yang masih memberi nilai positif terhadap citra MK. Anjloknya citra MK menjadi potret betapa tergerusnya kepercayaan publik terhadap penjaga konstitusi.

Untungnya, langkah MK cukup sigap dan cepat dalam mengendalikan lembaganya. Pembentukan Majelis Kehormatan MK yang salah satunya menghasilkan rekomendasi pemberhentian tidak hormat kepada Akil Mochtar patut diapresiasi.

Setidaknya hal ini berpengaruh pada persepsi publik. Hasil jajak pendapat Kompas pada pertengahan Desember lalu menunjukkan peningkatan apresiasi publik. Sebanyak 27,2 persen responden menilai citra MK baik. Meskipun demikian, angka ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan apresiasi publik sebelum kasus suap yang menjerat Akil Mochtar.

Bahkan, pergantian kepemimpinan di tubuh MK dengan terpilihnya Hamdan Zoelva dan Arif Hidayat sebagai pasangan ketua dan wakil ketua MK belum mampu menjamin pemulihan kepercayaan publik pada lembaga ini. Hasil survei Kompas mencatat, pendapat publik terbelah atas kondisi kepemimpinan baru MK tersebut. Sebanyak 47,7 persen responden tidak yakin kepemimpinan Hamdan Zoelva berhasil mengembalikan kewibawaan MK, dan 40,1 persen responden menyatakan sebaliknya.

Kasus pilkada

Publik juga memberi penilaian atas kinerja MK menangani kasus-kasus sengketa pemilu kepala daerah (pilkada). Sikap publik terbelah. Sebanyak 47,4 persen responden tidak yakin MK di bawah kepemimpinan Hamdan Zoelva akan mampu memutus kasus sengketa pilkada lebih baik dibandingkan sebelumnya.

Terungkapnya kasus suap yang menjerat Akil Mochtar sedikit banyak memengaruhi persepsi publik tersebut.

Akil Mochtar yang mantan anggota Partai Golkar, terkait sengketa pilkada yang juga menyeret politisi Partai Golkar, Chairun Nisa, yang turut ditangkap KPK.

Terpilihnya Hamdan Zoelva yang notabene mantan politisi Partai Bulang Bintang juga memunculkan kekhawatiran publik terhadap independensi MK.
Publik ragu kepemimpinan Hamdan akan menjamin netralitas putusan MK, terutama terkait dengan kepentingan partai politiknya.

Meskipun demikian, publik tidak sampai beranggapan perlunya penghapusan kewenangan MK dalam memutus sengketa pilkada. Separuh lebih responden (53,6 persen) masih melihat MK sebagai lembaga peradilan yang dipercaya untuk mengadili sengketa pemilu dan pilkada.

Perkara perselisihan hasil pilkada menempati jumlah terbanyak kedua setelah jumlah pengajuan undang-undang. Sejak MK dibentuk (2003), jumlah perkara uji materi UU mencapai 807 perkara yang masuk. Sementara itu perkara perselisihan pilkada, sejak tahun 2008 sampai akhir 2013, tercatat 638 perkara. Dari jumlah itu, 608 di antaranya diterima disidangkan. Sebanyak 388 putusannya ditolak dan hanya 64 gugatan yang dikabulkan.

Dari data itu tampak bahwa hanya 10 persen perkara perselisihan pilkada yang dikabulkan gugatannya. Artinya, tidak banyak perselisihan pilkada yang berakhir dengan pemungutan suara ulang atau pembatalan keputusan KPUD terkait hasil pilkada. Meskipun demikian, kasus terkuaknya suap yang menyeret Akil Mochtar semakin meneguhkan pilkada menjadi ”jebakan” bagi independensi MK.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com