Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Usut Dugaan Aliran Uang ke Hakim PT Jabar

Kompas.com - 12/09/2013, 17:23 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — KPK menelusuri dugaan aliran dana ke hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang menangani perkara banding kasus korupsi bantuan sosial Pemerintah Kota Bandung. Diduga, ada uang yang dikucurkan untuk mengamankan perkara itu di tingkat banding.

Hakim PT Jabar Pasti Seferina Sinaga mengaku diajukan pertanyaan oleh penyidik KPK seputar aliran uang tersebut selama dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait penanganan perkara korupsi bansos Bandung.

"Iya (ditanyakan), makanya tadi sudah saya luruskan," kata Pasti di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (12/9/2013).

Menurut Pasti, dia sudah menjelaskan kepada penyidik KPK bahwa dugaan aliran dana ke hakim PT Jabar seperti yang termuat dalam dakwaan hakim Setyabudi Tejocahyono itu tidaklah benar. "Itu enggak benar, makanya hari ini diluruskan," ujar Pasti.

Selebihnya, dia berjanji akan membuka masalah ini saat diperiksa dalam persidangan nanti. Surat dakwaan perkara suap terkait penanganan kasus bansos yang menjerat Setyabudi dibacakan dalam persidangan di PN Tipikor Bandung beberapa waktu lalu.

Dalam surat dakwaan itu terungkap dugaan adanya aliran dana ke hakim PT Jabar, termasuk ke Pasti. Menurut surat dakwaan, hakim Setyabudi menjanjikan kepada Toto Hutagalung untuk menutup peran Dada dan Edi dalam perkara korupsi bansos dan memutus ringan tujuh terdakwa. Untuk itu, Setyabudi meminta uang Rp 3 miliar dari Toto.

Adapun Toto, Dada, dan Edi telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus yang sama dengan Setyabudi. Toto bahkan sudah menjalani persidangan di PN Tipikor Bandung. Kemudian setelah perkara bansos Bandung ini masuk ke PT Jabar, Setyabudi diduga bekerja sama dengan ketua PT Jabar ketika itu, Sareh Wiyono, untuk mengamankan kasus tersebut.

Setelah pensiun, Sareh diduga mengarahkan pelaksana tugas Ketua PT Jabar Kristi Purnamiwulan untuk menentukan majelis hakim yang menangani perkara bansos. Majelis hakim tersebut akan menguatkan putusan PN Bandung di tingkat banding.

Untuk hal itu, Sareh meminta Rp 1,5 miliar kepada Dada melalui Setyabudi yang disampaikan kepada Toto. Kristi kemudian menetapkan Majelis Hakim Banding perkara ini yakni terdiri dari Pasti Serefina Sinaga, Fontian Munzil, dan Wiwik Widjiastuti.

Toto kemudian berhubungan dengan Pasti selaku Ketua Majelis Hakim. Menurut surat dakwaan, Pasti meminta Rp 1 miliar untuk mengatur persidangan di tingkat banding. Dari Rp 1 miliar tersebut, sekitar Rp 850 juta akan diberikan kepada tiga hakim, sedangkan sisanya untuk Kristi.

Ia pun meminta penyerahan uang dilakukan satu pintu, melalui dirinya. Dari komitmen tersebut, Toto sudah memberikan Rp 500 juta kepada Pasti. Terkait dugaan aliran uang ini, hakim Kristi juga membantahnya.

Seusai diperiksa KPK sebagai saksi bagi Dada siang ini, Kristi membantah ikut mengamankan perkara korupsi bansos di tingkat banding. "Enggak ada, saya tidak tahu, saya ini kan bukan hakim tipikor. Saya hanya membantu perkara saja," ucapnya.

Dia juga membantah telah mengikuti arahan Sareh dalam menunjuk majelis hakim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Nasional
Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Nasional
Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com