Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/09/2013, 20:44 WIB
Catatan Kaki Jodhi Yudono

Bunyi peluit pabrik menjerit-jerit ketika saya sampai di gerbang sebuah perkebunan karet yang terletak di ujung selatan Jawa, beberapa waktu lalu.

Kenangan, itulah alasannya, kenapa pada pukul 10.00 Wib telah sampai di tempat itu. Sebuah tempat yang berjarak 2,5 km dari jalan raya yang menghubungkan Wangon-Cilacap, Jawa Tengah.

Jalan beraspal, adalah kejutan pertama yang saya dapatkan ketika menuju ke tempat itu. Sebab sebelumnya, jalan menuju perkebunan karet K itu cuma susunan batu cadas yang diambil dari bukit batu Lebak Sela. Saya masih ingat betul, Pak Karya Blentung-lah orang yang paling berjasa membenahi jalan menuju perkebunan tiap kali jalan cadas mulai rusak oleh gerusan air hujan.

Kejutan berikutnya, adalah rumah penduduk yang mengapit jalan menuju perkebunan. Rumah-rumah itu lebih tepat disebut gedong, omah gedong (gedung dalam bahasa Jawa). Belakangan saya tahu, rumah-rumah itu adalah milik para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri. Saya pun lantas teringat kawan-kawan buruh migran yang saya jumpai di Victoria Park, Hong Kong. Inilah rupanya salah satu ujud dari kerja keras mereka selama berpisah dari keluarga. Sebentuk rasa cinta kepada keluarga yang mereka ungkapkan dengan membangun rumah bagus supaya keluarga yang ditinggalkan beroleh kebanggaan bahwa ibu mereka, saudari mereka, tak sia-sia bekerja di negeri yang jauh.

Inilah prasasti yang akan senantiasa akan dikenang oleh anak cucu mereka, bahwa ibu mereka, nenek mereka, pernah memberikan kemulyaan hidup justru ketika bekerja di bumi orang, kendati hanya sebagai pembantu rumah tangga.

Apapun sebutan mereka, kerja mereka telah menghasilkan uang buat keluarga dan juga buat negara. Itulah sebabnya, mereka yang berangkat ke luar negeri sebagai pekerja di sektor rumah tangga maupun industri di luar negeri selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Dan sebagai akibatnya, semenjak tenaga kerja kita laku di luar negeri, Jakarta langsung anjlok pamornya sebagai daerah tujuan pembantu asal Desa P dan sekitarnya. Arab, Taiwan, Malaysia, Hong Kong, selain berstatus sebagai wilayah luar negeri yang memberikan prestise (pasti untuk sampai ke sana setidaknya naik pesawat terbang), juga memberikan penghasilan yang jauh lebih baik ketimbang mereka bekerja di Jakarta.
***

Gerbang perkebunan K saya masuki. Gedung pemimpin perkebunan peninggalan Belanda itu masih berdiri kokoh di sana menempati tanah seluas hampir satu hektare, tepat di pucuk bukit yang menaungi rumah-rumah dinas para karyawan kebun, mulai dari wakil pemimpin kebun, sinder, mandor, sampai buruh-buruh pabrik maupun buruh penyadap karet.

Bentuk serta letak bangunan bisa langsung bercerita kepada kita, karyawan yang berkedudukan tinggi menempati rumah besar di atas permukaan tanah yang lebih tinggi.

Feodalisme rupanya memang telah menjangkiti seluruh umat manusia di atas bumi ini. Ia telah menjadi bahasa universal yang mudah dipahami oleh semua bangsa. Celakanya, praktik-praktik feodalisme semacam ini justru dikobarkan oleh mereka yang berpendidikan, yang sebagian di antaranya kerap mencemooh feodalisme. Dan sungguh, mereka benar-benar menikmati pembagian martabat yang disimbolkan lewat rumah itu dengan senang hati.

Lihatlah air muka mereka yang dingin ketika berhadapan dengan para buruh, dan tertunduk dengan senyum dikulum saat berhadapan dengan atasan. Saya kira, ini akan jadi semacam lelucon sepanjang masa dari peradaban manusia. Sebuah ambigu sosial kaum terididik. Saat tertentu mereka bicara soal demokrasi, persamaan derajat, dan kemanusiaan…, tapi di saat lain mereka menikmati betul penindasan simbolis atas sesamanya.

Saat saya masih kecil, saya juga pernah menikmati privilege sebagai anak seorang pemimpin perkebunan di Kabupaten Ung. Tanpa saya minta, para buruh itu berlaku hormat kepada saya.

Pagi itu, saya ingin kembali menjenguk kenangan masa kecil saya di perkebunan itu. Saya ingin menjumpai para buruh yang dulu dekat dengan kelurga saya. Ah ya.., saya juga ingin menyaksikan kembali para buruh penyadap yang berduyun-duyun menuju pabrik untuk menyetorkan getah karet hasil sadapannya sejak pukul 05.00 pagi.

Ketika saya jumpai muka-muka baru dan mendengar sebagian orang yang saya kenal telah tiada, saya benar-benar sedih dibuatnya. Setidaknya, hari itu saya telah gagal kepingin menjadi kanak-kanak kembali. Ha ha ha…, sebuah romantisme yang suka menghinggapi kita sekalian bukan?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Nasional
Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com