Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Majelis Hakim PK Sudjiono Timan Dilaporkan ke KY

Kompas.com - 30/08/2013, 12:49 WIB
Ariane Meida

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Pemantau Peradilan melaporkan majelis hakim Mahkamah Agung (MA) yang menangani perkara Peninjauan Kembali (PK) Sudjiono Timan, terpidana perkara korupsi, ke Komisi Yudisial. Majelis hakim ini dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam menangani penanganan perkara PK.

Hakim-hakim yang dilaporkan adalah Hakim PN Jakarta Selatan, Soehartono, Hakim Agung Suhadi, Hakim Agung Andi Samsan Nganro, Hakim Ad Hoc Tipikor Abdul Latief, dan Hakim Ad Hoc Tipikor Sofyan Marthabaya.

"Yang bersangkutan (Sudjiono Timan) melarikan diri, tapi istrinya mengajukan PK. Hal ini bertentangan dengan KUHP, tapi pada prakteknya putusan itu terjadi. Dalam konteks ini KY berwenang untk memeriksa para hakim," ujar Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar, dalam konferensi pers, Selasa (30/8/2013), di kantor KY, Jakarta.

Koalisi Pemantau Peradilan yang terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesian Legal Roundtable (ILR), dan Indonesia Corruption Watch (ICW) ini lalu merekomendasikan agar Ketua KY segera memanggil dan memeriksa terlapor atau saksi-saksi yang relevan atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Koalisi juga meminta agar KY bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan penelusuran lebih lanjut terhadap adanya informasi atau dugaan suap dalam perkara PK tersebut.

Menurut Erwin, status Sudjiono Timan hingga saat ini adalah buron dalam perkara korupsi dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), baik menurut data pihak Kejaksaan Agung RI maupun pihak Interpol. Artinya, tutur Erwin, terpidana adalah orang yang tidak memiliki itikad baik, atau sengaja melawan dan menghindari putusan hakim.

Permohonan PK yang diajukan melalui istri Sudjiono Timan, kata Erwin, seharusnya dinilai sebagai upaya hukum yang dilakukan dengan itikad tidak baik dari seorang buronan untuk menghindari jeratan hukum. Alasan salah satu hakim agung Suhadi, menurut Erwin, yang mengatakan bahwa Mahkamah Agung tidak tunduk pada SEMA No 1 Tahun 2012 karena tidak bersifat retro aktif tidak dapat dibenarkan sama sekali.

Dia menuturkan, SEMA sebenarnya memperkuat maksud adanya itikad baik sebagaimana yang telah diatur dalam SEMA No.6 Tahun 1988. Selain itu, Erwin juga melihat status buron atau DPO dari Sudjiono Timan juga tidak menjadi perhatian atau pertimbangan bagi hakim yang memeriksa permohonan PK di tingkat pertama (PN Jakarta Selatan), maupun sebagian besar majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara pada tingkat Peninjauan Kembali.

"Mustahil jika Majelis Hakim tidak mengetahui status buron dari Sudjiono Timan, karena informasi ini sering diberitakan oleh media dan lembaga resmi," pungkas Erwin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com