Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fayasy  Failaq
Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan UGM

Pemerhati Konstitusi

Amendemen Penguatan MPR dan/atau Pelemahan MK

Kompas.com - 04/07/2024, 06:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AMIEN Rais sang tokoh reformasi telah menyatakan kehendak, bahkan mengupayakan amendemen UUD 1945 kembali. Salah satu tujuannya agar presiden dipilih kembali oleh MPR.

Secara singkat, hal itu dapat menyebabkan MPR menjadi lembaga tertinggi. MPR tentu akan menetapkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan presiden akan kembali menjadi mandataris MPR.

Tulisan singkat ini hendak memprediksikan apabila kehendak amendemen itu direalisasikan, khususnya pengaruhnya terhadap keberadaan Mahkamah Konstitusi yang sering menjadi harapan, namun sering juga ditimpa sinisme dari masyarakat.

Majelis Permusyawaratan sebagai lembaga yang mengubah dan menetapkan konstitusi tentu memiliki relasi tertentu dengan Mahkamah Konstitusi yang menafsirkannya. Sehingga dalam beberapa hal keberadan keduanya penuh dialektika.

Jika merujuk kepada pendapat Fajrul Falaakh (2014), materi muatan konstitusi dapat dilihat dari konstitusi legislasi (daily constitution by legislature) dan ajudikasi konstitusional (constitutional adjudication serves as unwritten working constitution). Jelas konstitusi legislasi itu ada dan dibuat MPR.

Ia juga menyatakan bahwa ajudikasi konstitusional (penafsiran konstitusi) sebelum adanya MK dilakukan langsung oleh MPR. MK yang lahir kemudian menggantikannya dalam kewenangannya untuk menguji undang-undang.

Itulah yang menyebabkan mengapa kajian atas amendemen untuk menguatkan kembali MPR yang selama ini hanya dikaitkan dengan presiden tidak dapat dilepaskan dari pengaruhnya terhadap MK.

Balai Agung Vs MPR

Ini merupakan babak pertama dialektika. Balai Agung dapat dikatakan sebagai lembaga yang menjadi cikal bakal dari diadopsinya Mahkamah Konstitusi pada amendemen ketiga.

RMAB Kusuma (2004) mencatat, dalam perumusan sistem pemerintahan oleh BPUPKI, Yamin pernah mengusulkan dibentuknya Balai Agung untuk melakukan judicial review atau membanding undang-undang terhadap UUD, hukum syariah, dan adat.

Ide itu kemudian ditolak oleh Soepomo. Di antara alasannya adalah Indonesia tidak menganut separation of power sebagaimana di Amerika serta kurangnya orang yang punya keahlian hukum untuk itu.

Pada sisi lain, sebenarnya ketika itu sedang dirancang sebuah sistem di mana adanya semangat integralistik. MPR adalah lembaga negara tertinggi dan cermin kedaulatan rakyat.

Keberadaan Balai Agung, apabila ketika itu diadopsi, saat dihadapkan dengan MPR akan paradoksal, sebab ia yang menafsirkan konstitusi akan dengan mudahnya dipatahkan dengan pandangan MPR yang superior.

MPR pada periode pascaini, khususnya sejak periode demokrasi terpimpin (1959-1964) sampai orde baru (1965-1998) sering berperan sebagai stempel dari penguasa.

Ia memiliki impresi buruk, tapi impresinya tidak seburuk impresi kepada presiden sehingga lembaga ini cukup aman sekalipun pada akhirnya secara sadar dilemahkan melalui amendemen.

MK dan MPR sama kedudukan

Babak kedua dialektika MPR dan MK adalah ketika berubahnya sistem ketatanegaraan dari supremasi MPR menjadi supremasi konstitusi. Sehingga, Mahkamah Konstitusi yang baru lahir menjadi sama kedudukannya dengan MPR.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Megawati Tantang Penyidik Harun Masiku untuk Menghadap...

Saat Megawati Tantang Penyidik Harun Masiku untuk Menghadap...

Nasional
Jokowi Dinilai Tetap Akan Miliki Pengaruh pada Pilkada 2024, Gibran Akan 'All Out'

Jokowi Dinilai Tetap Akan Miliki Pengaruh pada Pilkada 2024, Gibran Akan "All Out"

Nasional
Duga Jadi Sasaran KPK, Megawati Dinilai Lempar Sinyal Sudah Tak Sejalan dengan Pemerintah

Duga Jadi Sasaran KPK, Megawati Dinilai Lempar Sinyal Sudah Tak Sejalan dengan Pemerintah

Nasional
Perayaan Tahun Baru Islam, Menag Berharap Jadi Inspirasi untuk Perbaikan Diri

Perayaan Tahun Baru Islam, Menag Berharap Jadi Inspirasi untuk Perbaikan Diri

Nasional
Kisruh Sirekap, Ketua Komisi II DPR  Usul Negara Siapkan Gawai untuk KPPS pada Pilkada 2024

Kisruh Sirekap, Ketua Komisi II DPR Usul Negara Siapkan Gawai untuk KPPS pada Pilkada 2024

Nasional
Kaesang Digadang-gadang Maju Pilkada Jakarta, Peneliti BRIN: Ini Bukan Kelas Berat Lawan Kelas Bulu...

Kaesang Digadang-gadang Maju Pilkada Jakarta, Peneliti BRIN: Ini Bukan Kelas Berat Lawan Kelas Bulu...

Nasional
Jelang Pilkada, Sirekap KPU Diminta Lebih Cerdas dan KPPS Bisa Koreksi Data

Jelang Pilkada, Sirekap KPU Diminta Lebih Cerdas dan KPPS Bisa Koreksi Data

Nasional
Kapolda Sumbar Dinilai Tak Terima Kritik Terkait Kasus Kematian Afif Maulana

Kapolda Sumbar Dinilai Tak Terima Kritik Terkait Kasus Kematian Afif Maulana

Nasional
DPR: Jika KPU Gagal Jelaskan soal Sirekap, Tak Usah Pakai di Pilkada

DPR: Jika KPU Gagal Jelaskan soal Sirekap, Tak Usah Pakai di Pilkada

Nasional
DPR Bakal Panggil KPU Bahas Evaluasi Sirekap Jelang Pilkada 2024

DPR Bakal Panggil KPU Bahas Evaluasi Sirekap Jelang Pilkada 2024

Nasional
Sentil Kaesang, Peneliti BRIN: Karier Itu Tak Bisa Lompat, Pak Jokowi Saja Mulai dari Solo Dulu

Sentil Kaesang, Peneliti BRIN: Karier Itu Tak Bisa Lompat, Pak Jokowi Saja Mulai dari Solo Dulu

Nasional
Mencari Demokrasi Indonesia

Mencari Demokrasi Indonesia

Nasional
Jadwal Kegiatan Paus Fransiskus Saat Berkunjung ke Indonesia

Jadwal Kegiatan Paus Fransiskus Saat Berkunjung ke Indonesia

Nasional
SYL Bacakan Pleidoi: Menangis, Minta Dibebaskan hingga Putar Video Arahan Jokowi

SYL Bacakan Pleidoi: Menangis, Minta Dibebaskan hingga Putar Video Arahan Jokowi

Nasional
Pihak SYL Ingin Pejabat Kementan Jadi Tersangka Suap, Jaksa KPK: Pengakuan Adanya Korupsi

Pihak SYL Ingin Pejabat Kementan Jadi Tersangka Suap, Jaksa KPK: Pengakuan Adanya Korupsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com