Sebulan sebelumnya, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir terhadap Hasyim. Dia terbukti melanggar etik soal hubungannya dengan Ketua Umum Partai Republik Satu, Hasnaeni, atau yang akrab dijuluki Wanita Emas
Ketika itu, rangkaian persidangan yang digelar tertutup mengungkapkan bahwa Hasyim aktif berkomunikasi dengan Hasnaeni secara intensif melalui WhatsApp di luar kepentingan kepemiluan.
Selain dianggap melakukan komunikasi yang tidak patut, Hasyim juga terbukti dan mengakui melakukan perjalanan pribadi bersama Wanita Emas. Perjalanan dilakukan dari Jakarta ke Yogyakarta pada 18-19 Agustus 2022, untuk berziarah ke sejumlah tempat.
Baca juga: Hasnaeni Wanita Emas Divonis 5 Tahun Penjara atas Kasus Penyelewengan Dana
Padahal, Hasyim mengantongi surat tugas bertanggal 12 Agustus 2022, untuk menghadiri penandatanganan perjanjian dengan 7 perguruan tinggi di Yogyakarta pada 18-20 Agustus 2022 sebagai Ketua KPU RI.
"DKPP menilai, pertemuan teradu dengan pengadu 2 (Hasnaeni) selaku ketua umum partai politik yang dilakukan secara pribadi di luar kedinasan merupakan tindakan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan," ujar anggota DKPP, I Dewa Raka Sandi, dalam sidang pembacaan putusan, Senin (3/4/2024).
DKPP menilai tindakan Hasyim sebagai penyelenggara pemilu terbukti melanggar prinsip profesional karena melakukan komunikasi yang tidak patut dengan calon peserta pemilu, sehingga mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara pemilu.
"Apalagi perjalanan bersama tersebut dilakukan bersamaan dengan verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024 di mana Partai Republik Satu merupakan salah satu pendaftar calon peserta pemilu," tambah Dewa Raka.
Namun demikian, tuduhan Hasyim melakukan pelecehan seksual terhadap Hasnaeni tidak terbukti.
Eks napi lolos pendaftaran caleg
Pada 20 Maret 2024, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Hasyim terkait pencoretan nama Irman Gusman dari daftar calon sementara (DCS) DPD RI.
Diketahui, Mantan Ketua DPD RI itu berupaya maju lagi sebagai senator dari daerah pemilihan (dapil) Sumatera Barat, berbekal status eks terpidana korupsi.
Dalam perkara yang sama, Koordinator Divisi Hukum KPU RI, Mochamad Afifuddin turut disanksi peringatan keras oleh DKPP.
Menurut HeddyLugito, KPU RI terbukti lalai, tidak cermat, dan tidak teliti dalam tahapan pencalonan anggota DPD pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Pasalnya, Irman Gusman baru dinyatakan tidak memenuhi syarat lantaran adanya tanggapan masyarakat setelah tahapan penetapan DCS.
Baca juga: Eks Napi Korupsi Irman Gusman Resmi Ikut Pileg DPD Ulang di Sumbar
Irman seharusnya sejak awal tidak dapat ditetapkan sebagai calon senator karena terdapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan eks terpidana dengan ancaman hukuman lima tahun atau lebih, perlu menunggu lima tahun masa jeda usai bebas untuk maju sebagai calon anggota legislatif (caleg).
Irman sendiri baru bebas murni pada 26 September 2019, sehingga belum memenuhi masa jeda untuk menjadi caleg pada Pemilu 2024.
Masalah bertambah karena DKPP mendapati KPU RI tidak pernah melakukan upaya klarifikasi ke Irman Gusman.
Pelanggaran proses pencalonan Gibran
Awal Februari 2024, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim, karena terbukti melanggar kode etik terkait proses pendaftaran capres-cawapres, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perubahan syarat batas usia peserta Pilpres.
Hasyim terbukti memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dalam perkara ini, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada enam Komisioner KPU lainnya.
Baca juga: PN Jakarta Pusat Nyatakan Tak Berwenang Adili Perbuatan Melawan Hukum Terkait Pencalonan Gibran