Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Kasus Pelanggaran Hasyim Asy'ari: Nyaris Setiap Bulan Diperingatkan DKPP

Kompas.com - 03/07/2024, 09:36 WIB
Tria Sutrisna,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari dijadwalkan bakal menjalani sidang putusan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) pada Rabu (3/7/2024) siang ini.

Sidang tersebut terkait dugaan asusila yang dilakukan oleh Hasyim terhadap seorang perempuan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda, berinisial CAT.

Kasus ini menambah rekam jejak pelanggaran Hasyim, yang telah beberapa kali dilaporkan dan diadili oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Sanksi teguran hingga peringatan keras terakhir juga sudah pernah dijatuhkan oleh DKPP terhadap beberapa pelanggaran yang terbukti dilakukan Hasyim.

Dalam catatan Kompas.com, hampir setiap bulan DKPP memberikan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh Hasyim sendiri, ataupun bersama para komisioner lainnya.

Dugaan asusila ke PPLN

Dalam kasus dugaan pelanggaran etik kali ini, Hasyim dituduh menggunakan relasi kuasa untuk mendekati, membina hubungan romantis, dan berbuat asusila terhadap Pengadu, termasuk di dalamnya menggunakan fasilitas jabatan sebagai Ketua KPU RI.

“Cerita pertama kali ketemu itu di Agustus 2023, itu sebenarnya juga dalam konteks kunjungan dinas. Itu pertama kali bertemu, hingga terakhir kali peristiwa terjadi di bulan Maret 2024," kata kuasa hukum korban sekaligus pengadu Maria Dianita Prosperiani saat mengadu ke DKPP, 18 April 2024.

Baca juga: Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Keduanya disebut beberapa kali bertemu, baik saat Hasyim melakukan kunjungan dinas ke Eropa, atau sebaliknya saat korban kunjungan dinas ke Indonesia.

Kuasa hukum lainnya, Aristo Pangaribuan menyebutkan bahwa dalam keadaan keduanya terpisah jarak, terdapat upaya aktif dari Hasyim "secara terus-menerus" untuk menjangkau korban.

"Hubungan romantis, merayu, mendekati untuk nafsu pribadinya," kata Aristo.

Namun, menurut dia, tidak ada intimidasi maupun ancaman dalam dugaan pemanfaatan relasi kuasa yang disebut dilakukan oleh Hasyim.

Pengacara juga enggan menjawab secara tegas apakah "perbuatan asusila" yang dimaksud juga mencakup pelecehan seksual atau tidak.

Disanksi karena kebocoran data pemilih

Pada medio Mei 2024, DKPP pernah menjatuhkan sanksi peringatan kepada Hasyim berkait dugaan kebocoran data pemilih pada Sistem Informasi Data Pemilih atau Sidalih KPU RI pada 2023.

Selain Hasyim Asy’ari, enam komisioner KPU lainnya juga dijatuhi sanksi yang sama, yakni Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz.

“Memutuskan, mengabulkan pengaduan pengadu untuk sebagian. Menjatuhkan sanksi peringatan kepada teradu I-VII,” kata Ketua DKPP, Heddy Lugito dalam sidang yang digelar, Selasa (14/5/2024).

Baca juga: Ketua dan Anggota KPU RI Dijatuhi Sanksi Peringatan oleh DKPP soal Kebocoran Data Pemilih pada 2023

Dalam pertimbangannya, anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, para teradu seharusnya menindaklanjuti dugaan kebocoran data pemilih dengan memedomani ketentuan Pasal 46 UU Nomor 27 Tahun 2002 tentang perlindungan data pribadi.

Oleh karena itu, menurut dia, para teradu seharusnya melakukan pemberitahuan kepada masyarakat sebagai bentuk pertanggung jawaban publik. Hal tersebut sejalan dengan prinsip jujur, kepastian hukum, tertib, terbuka, dan akuntabel selaku penyelenggara pemilu.

“Dalih teradu bahwa dugaan kebocoran data pemilih belum dapat dibuktikan karena pihak Bareskrim masih melakukan tahapan penyelidikan, tidak dibenarkan menurut etika penyelenggara pemilu,” kata Dewa Kade saat membacakan pertimbangan putusan.

Terbukti bepergian dengan Wanita Emas

Sebulan sebelumnya, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir terhadap Hasyim. Dia terbukti melanggar etik soal hubungannya dengan Ketua Umum Partai Republik Satu, Hasnaeni, atau yang akrab dijuluki Wanita Emas

Ketika itu, rangkaian persidangan yang digelar tertutup mengungkapkan bahwa Hasyim aktif berkomunikasi dengan Hasnaeni secara intensif melalui WhatsApp di luar kepentingan kepemiluan.

Selain dianggap melakukan komunikasi yang tidak patut, Hasyim juga terbukti dan mengakui melakukan perjalanan pribadi bersama Wanita Emas. Perjalanan dilakukan dari Jakarta ke Yogyakarta pada 18-19 Agustus 2022, untuk berziarah ke sejumlah tempat.

Baca juga: Hasnaeni Wanita Emas Divonis 5 Tahun Penjara atas Kasus Penyelewengan Dana

Padahal, Hasyim mengantongi surat tugas bertanggal 12 Agustus 2022, untuk menghadiri penandatanganan perjanjian dengan 7 perguruan tinggi di Yogyakarta pada 18-20 Agustus 2022 sebagai Ketua KPU RI.

"DKPP menilai, pertemuan teradu dengan pengadu 2 (Hasnaeni) selaku ketua umum partai politik yang dilakukan secara pribadi di luar kedinasan merupakan tindakan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan," ujar anggota DKPP, I Dewa Raka Sandi, dalam sidang pembacaan putusan, Senin (3/4/2024).

DKPP menilai tindakan Hasyim sebagai penyelenggara pemilu terbukti melanggar prinsip profesional karena melakukan komunikasi yang tidak patut dengan calon peserta pemilu, sehingga mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara pemilu.

"Apalagi perjalanan bersama tersebut dilakukan bersamaan dengan verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024 di mana Partai Republik Satu merupakan salah satu pendaftar calon peserta pemilu," tambah Dewa Raka.

Namun demikian, tuduhan Hasyim melakukan pelecehan seksual terhadap Hasnaeni tidak terbukti.

Eks napi lolos pendaftaran caleg

Pada 20 Maret 2024, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Hasyim terkait pencoretan nama Irman Gusman dari daftar calon sementara (DCS) DPD RI.

Diketahui, Mantan Ketua DPD RI itu berupaya maju lagi sebagai senator dari daerah pemilihan (dapil) Sumatera Barat, berbekal status eks terpidana korupsi.

Dalam perkara yang sama, Koordinator Divisi Hukum KPU RI, Mochamad Afifuddin turut disanksi peringatan keras oleh DKPP.

Menurut HeddyLugito, KPU RI terbukti lalai, tidak cermat, dan tidak teliti dalam tahapan pencalonan anggota DPD pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Pasalnya, Irman Gusman baru dinyatakan tidak memenuhi syarat lantaran adanya tanggapan masyarakat setelah tahapan penetapan DCS.

Baca juga: Eks Napi Korupsi Irman Gusman Resmi Ikut Pileg DPD Ulang di Sumbar

Irman seharusnya sejak awal tidak dapat ditetapkan sebagai calon senator karena terdapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan eks terpidana dengan ancaman hukuman lima tahun atau lebih, perlu menunggu lima tahun masa jeda usai bebas untuk maju sebagai calon anggota legislatif (caleg).

Irman sendiri baru bebas murni pada 26 September 2019, sehingga belum memenuhi masa jeda untuk menjadi caleg pada Pemilu 2024.

Masalah bertambah karena DKPP mendapati KPU RI tidak pernah melakukan upaya klarifikasi ke Irman Gusman.

Pelanggaran proses pencalonan Gibran

Awal Februari 2024, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim, karena terbukti melanggar kode etik terkait proses pendaftaran capres-cawapres, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perubahan syarat batas usia peserta Pilpres.

Hasyim terbukti memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Dalam perkara ini, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada enam Komisioner KPU lainnya.

Baca juga: PN Jakarta Pusat Nyatakan Tak Berwenang Adili Perbuatan Melawan Hukum Terkait Pencalonan Gibran

Dewa Kade mengatakan, KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah setelah adanya Putusan MK. Konsultasi diperlukan agar PKPU Nomor 19 Tahun 2023 yang mengatur teknis Pilpres bisa segera direvisi.

"Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau tujuh hari setelah putusan MK diucapkan," kata Wiarsa.

Menurut Wiarsa, dalam persidangan para teradu berdalih baru mengirimkan surat pada 23 Oktober 2023 karena DPR sedang dalam masa reses. Meski begitu, alasan untuk keterlambatan permohonan konsultasi dengan DPR dan pemerintah setelah putusan MK diangap tidak tepat.

Selain itu, lanjut Wiarsa, sikap komisioner KPU yang lebih dulu menyurati pimpinan partai politik setelah putusan MK, daripada berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah, menyimpang dari Peraturan KPU.

Tak profesional penuhi jumlah caleg perempuan

Akhir 2023 lalu, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terhadap Hasyim karena tidak menindaklanjuti aturan jumlah keterwakilan caleg perempuan. Sementara 6 komisioner lain KPU RI yang juga menjadi teradu disanksi peringatan.

“DKPP berpendapat untuk memberikan sanksi yang lebih berat atas tanggung jawab jabatan yang diemban, meskipun Peraturan KPU adalah produk kelembagaan yang dihasilkan berdasarkan kerja kolektif kolegial,” kata anggota majelis pemeriksa DKPP Muhammad Tio Aliansyah, dikutip Kamis (26/10/2023).

Baca juga: KPU Sebut 5 Parpol Kurang Caleg Perempuan Sudah Perbaiki Daftar Calon untuk PSU Gorontalo

Majelis pemeriksa DKPP berpendapat, Hasyim tidak mampu menunjukkan sikap kepemimpinan yang profesional dalam tindak lanjut Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023.

Pasal bermasalah itu sudah dibatalkan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan uji materiil terhadap aturan tersebut. Namun, KPU RI tak menindaklanjutinya melalui revisi aturan.

Untuk diketahui, KPU mengatur pembulatan ke bawah jika perhitungan 30 persen keterwakilan perempuan menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima.

MA kemudian memutuskan agar sistem hitungan keterwakilan 30 persen caleg perempuan kembali menggunakan pembulatan ke atas. Sebab kebijakan yang diberlakukan KPU bertentangan dengan UU Pemilu.

Disanksi karena dianggap dukung Sistem Proporsional Tertutup

Pada Maret 2023, DKPP memberikan sanksi peringatan kepada Hasyim atas pernyataannya soal sistem proporsional tertutup untuk pemilihan legislatif.

Hasyim diadukan ke DKPP oleh Direktur Ekesekutif Nasional Prodewa Muhammad Fauzan, karena pernyataan yang disampaikan Ketua KPU itu dinilainya partisan.

Pernyataan soal sistem proporsional itu diketahui dilontarkan Hasyim dalam pidatonya Catatan Akhir Tahun 2022. Pernyataan Hasyim dianggap "menciptakan kondisi yang tidak kondusif bagi pemilih".

Baca juga: Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Dalam persidangan, Hasyim membantah dalil aduan yang diberikan Fauzan. Hasyim menegaskan tidak pernah menyatakan dukungan atau sependapat dengan pileg sistem proporsional tertutup.

Namun DKPP telah memutuskan mengabulkan sebagian permintaan pengadu dan menjatuhkan sanksi peringatan kepada Hasyim.

"Memutuskan, mengabulkan pengaduan pengadu untuk sebagianl."Menjatuhkan sanksi peringatan kepada teradu Hasyim Asy'ari selaku Ketua merangkap Anggota KPU terhitung sejak putusan ini dibacakan," ujar Ketua DKPP Heddy Lugito dalam sidang, Kamis (30/3/2023).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Pegi Bebas, Masalah Belum Tuntas', 4 Hal yang Harus Didalami di Kasus 'Vina Cirebon'

"Pegi Bebas, Masalah Belum Tuntas", 4 Hal yang Harus Didalami di Kasus "Vina Cirebon"

Nasional
Majelis Hakim yang Bebaskan dan Adili Kembali Gazalba Saleh Masih Sama

Majelis Hakim yang Bebaskan dan Adili Kembali Gazalba Saleh Masih Sama

Nasional
Pengadilan Tipikor Perintahkan Hakim Agung Gazalba Saleh Kembali Ditahan

Pengadilan Tipikor Perintahkan Hakim Agung Gazalba Saleh Kembali Ditahan

Nasional
Jokowi Ungkap Masih Temukan Prosedur Rumit: Izin Diganti Rekomendasi, Sama Saja...

Jokowi Ungkap Masih Temukan Prosedur Rumit: Izin Diganti Rekomendasi, Sama Saja...

Nasional
Sempat Dibebaskan, Hakim Agung Gazalba Saleh Kembali Jalani Sidang

Sempat Dibebaskan, Hakim Agung Gazalba Saleh Kembali Jalani Sidang

Nasional
Jokowi: Predikat WTP Bukan Prestasi, tapi Kewajiban

Jokowi: Predikat WTP Bukan Prestasi, tapi Kewajiban

Nasional
Dokter Asing dan Penyakit Tak Percaya Diri

Dokter Asing dan Penyakit Tak Percaya Diri

Nasional
Masa Cegah Habis, KPK Harus Putuskan Status Hukum Kolega Karen Agustiawan

Masa Cegah Habis, KPK Harus Putuskan Status Hukum Kolega Karen Agustiawan

Nasional
Ditanya Soal Kebocoran PDN, Calon Hakim Agung: Pelaku dan Lembaga Harus Tanggung Jawab

Ditanya Soal Kebocoran PDN, Calon Hakim Agung: Pelaku dan Lembaga Harus Tanggung Jawab

Nasional
Megawati Ingin Penyidik KPK Menghadapnya, PDI-P: Itu Cara Kritik untuk Rossa yang Tidak Profesional

Megawati Ingin Penyidik KPK Menghadapnya, PDI-P: Itu Cara Kritik untuk Rossa yang Tidak Profesional

Nasional
Polri Beri Asistensi Kasus Tewasnya Wartawan di Karo karena Kebakaran Rumah

Polri Beri Asistensi Kasus Tewasnya Wartawan di Karo karena Kebakaran Rumah

Nasional
Kaesang Temui Presiden PKS Sore Ini, Ada Kemungkinan Bahas Pilkada Jakarta 2024

Kaesang Temui Presiden PKS Sore Ini, Ada Kemungkinan Bahas Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Mabes Polri Klaim Polda Sumut Tangani Kasus Terbakarnya Rumah Wartawan di Karo dengan 'Scientific Crime Investigation'

Mabes Polri Klaim Polda Sumut Tangani Kasus Terbakarnya Rumah Wartawan di Karo dengan "Scientific Crime Investigation"

Nasional
Pemerintah Targetkan Kemiskinan Ekstrem di Bawah 0,5 Persen Akhir 2024

Pemerintah Targetkan Kemiskinan Ekstrem di Bawah 0,5 Persen Akhir 2024

Nasional
Sepekan Jelang Ditutup, Baru 84 Orang yang Resmi Daftar Capim dan Dewas KPK

Sepekan Jelang Ditutup, Baru 84 Orang yang Resmi Daftar Capim dan Dewas KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com