KOMPAS.com – Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Said Abdullah menyatakan keyakinannya bahwa Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 cukup baik untuk merespons tantangan ekonomi yang akan datang.
“Meskipun dengan sejumlah target yang cukup menantang, postur RAPBN cukup baik untuk merespons tantangan ekonomi kita ke depan,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (24/6/2024).
Said memperkirakan RAPBN 2025 akan mengusung pendapatan negara sebesar Rp 2.986,3 triliun dan belanja negara mencapai Rp 3.542 triliun, dengan defisit APBN yang diproyeksikan sebesar Rp 555,7 triliun atau setara dengan 2,29 persen dari produk domestik bruto (PDB) yang diasumsikan mencapai Rp 24.270 triliun pada tahun tersebut.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa RAPBN 2025 juga akan mengalokasikan dukungan anggaran sebesar Rp 71 triliun guna mendukung program makan bergizi gratis untuk anak sekolah yang diinisiasi oleh presiden terpilih Prabowo Subianto.
Baca juga: Sri Mulyani dan Tim Prabowo Tampil Bersama, Bantah Kabar APBN Jebol
“Tax ratio kita asumsikan bisa meningkat menjadi 10,5 persen dari PDB, maka target penerimaan perpajakan sebesar Rp 2.548,3 triliun, selebihnya dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan hibah,” kata Said.
Ia menilai target tersebut sebagai tantangan yang besar bagi pemerintah pada 2025, terutama mengingat situasi konsumsi rumah tangga yang meskipun tumbuh.
Meski demikian, capaiannya lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, ditambah biaya dana yang semakin mahal.
Apalagi, kata Said, tax ratio di Indonesia dalam tiga tahun terakhir hanya mencapai 10,3 persen dari PDB, sementara komoditas ekspor negara ini belum mencapai level pada 2022.
Baca juga: Tapera Dinilai Bisa Gerus PDB dan Bikin 466.830 Pekerjaan Hilang
“Dengan postur APBN 2025 ini, kita seakan sedia payung sebelum hujan," ujar Said, menggambarkan pentingnya antisipasi terhadap indikator sektor keuangan yang menunjukkan tren kurang baik.
“Bertolak dari pepatah tersebut, kita perlu waspada terhadap sejumlah indikator sektor keuangan yang menunjukkan tren kurang baik. Apa saja tandanya?” sambungnya.
Lebih lanjut, Said mengidentifikasi beberapa indikator sektor keuangan yang menunjukkan tren kurang baik.
Pertama, sejak dua tahun lalu, nilai tukar (kurs) rupiah terus mengalami kenaikan signifikan, mulai dari sekitar Rp 14.000 per dollar Amerika Serikat (AS) pada 2022, naik menjadi Rp 14.500-15.000 per dollar AS pada 2023, dan mencapai kisaran Rp 15.400-16.400 per dollar AS pada semester I-2024.
Baca juga: Kurs Rupiah Hari Ini 24 Juni 2024 di BNI hingga Bank Mandiri
Selanjutnya, pada kuartal II-2024, kinerja saham di bursa Indonesia menunjukkan penurunan yang cukup mencolok dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Pada April 2024, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berada pada level Rp 7.200, namun turun drastis menjadi Rp 6.728 pada akhir Mei 2024. Hal ini membuat IHSG tercatat sebagai pasar saham terburuk kelima di dunia setelah Qatar, Meksiko, Brasil, dan Thailand.
“Sejak akhir tahun lalu, yield surat berharga negara (SBN) 10 tahun (menunjukkan kenaikan) dimulai dari 6,4 persen dan mencapai 7,2 persen pada Kamis (20/6/2024),” ucap Said.