Sementara itu, minat investor asing terhadap SBN mengalami penurunan sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
Baca juga: IHSG Sepekan Tumbuh 2,16 Persen, Kapitalisasi Pasar Saham Jadi Rp 11.719 Triliun
Sebelum pandemi, investor asing memegang sekitar 38 persen dari total SBN, namun pada akhir Mei 2024, porsi tersebut menyusut menjadi 14 persen. Hal ini menimbulkan tantangan yang semakin ketat dalam mendapatkan likuiditas ke depan.
Said juga menyoroti bahwa sejak kuartal II-2023 hingga kuartal I-2024, neraca transaksi berjalan (current account) terus mengalami defisit.
Meskipun sebelumnya, dari kuartal III 2021 hingga kuartal I 2023, Indonesia berhasil mencatat surplus pada current account. Defisit current account pada kuartal I-2024 mencapai 2,2 miliar dollar AS.
Selain itu, meskipun foreign direct investment (FDI) pada kuartal I-2024 mencatat pertumbuhan sebesar 15 persen. Angka ini tidak mencapai tingkat pertumbuhan yang spektakuler seperti yang terjadi pada kuartal III-2022.
Baca juga: Bank Dunia: Perpanjangan Bansos Dorong Defisit APBN Indonesia
Untuk diketahui, FDI Indonesia pada kuartal III-2022 melonjak hingga 63,6 persen. Sejak saat itu, pertumbuhan FDI secara perlahan mulai menurun.
Berdasarkan peninjauan terhadap sejumlah indikator tersebut, menurut Said, ada benang merah yang dapat dijelaskan, yaitu menurunnya minat investor asing terhadap kegiatan bisnis di Indonesia, terutama di sektor keuangan.
“Penurunan ini disebabkan oleh sentimen terkait kenaikan yield surat utang di AS dan tren suku bunga yang tinggi di sejumlah bank sentral negara maju yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir,” jelasnya.
Dengan demikian, lanjut Said, kebutuhan pemerintah dan pelaku usaha untuk mendapatkan likuiditas ke depan akan menjadi sangat kompetitif dan berbiaya mahal.
Baca juga: Ekonom: Pemilu Berdampak pada Stabilitas Ekonomi dan Sektor Keuangan di RI
Ia menekankan bahwa untuk membantu pemerintah memiliki kelonggaran dalam bergerak, terutama menghadapi sentimen negatif dari eksternal, khususnya pada sektor keuangan, Banggar DPR memegang posisi kunci terhadap sejumlah asumsi ekonomi makro dan postur RAPBN 2025.
Beberapa asumsi kunci yang diusulkan mencakup target pertumbuhan ekonomi dalam rentang 5,1 hingga 5,5 persen, tingkat inflasi antara 1,5 hingga 3,5 persen, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dipatok di kisaran Rp 15.300 hingga Rp 15.900.
Baca juga: Dollar AS Tembus Rp 16.400, Anggaran Subsidi Energi Berpotensi Membengkak
“Asumi tersebut sesungguhnya tidak terpaut signifikan dari usulan asumsi ekonomi makro yang diusulkan oleh pemerintah kepada DPR. Semisal, kurs batas atas Banggar DPR pada posisi Rp 15.900 sementara pemerintah Rp. 16.000,” tutur Said.
Namun, lanjut dia, pemerintah telah setuju untuk menetapkan batas atas kurs menjadi Rp 15.900, dengan tujuan untuk melakukan upaya pengendalian yang lebih signifikan terhadap nilai tukar rupiah.
Selain itu, target yield SBN 10 tahun disetel antara 6,9 hingga 7,2 persen, dengan harga minyak mentah Indonesia diproyeksikan antara 75 hingga 80 dollar AS per barel.
Volume lifting minyak bumi ditetapkan di kisaran 580.000-605.000 barel per hari. Sementara, lifting gas bumi diharapkan mencapai 1.003-1.047 barel setara per hari.
Baca juga: Bos BI: Kami Masih Meyakini Tren Nilai Tukar Rupiah ke Depan Akan Menguat