Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus "Vina Cirebon" Dinilai Janggal, Menkumham Singgung Kasus Salah Tangkap Petani

Kompas.com - 13/06/2024, 05:46 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly meminta aparat kepolisian segera mengungkap kasus kematian Vina Arsita Dewi atau Vina Cirebon secara cepat dan profesional. 

Langkah ini perlu dilakukan untuk mencegah asumsi masyarakat atas penanganan kasus ini semakin liar, serta mencegah terjadinya kesalahan dalam penanganannya.

"Apalagi viral, ada indikasi lagi bukan orang yang ditangkap, bukan orang yang melakukan. Ada kesalahan SOP dalam pemeriksaan," kata Yasonna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (12/6/2024).

Politikus PDI Perjuangan ini kemudian menyinggung kasus salah tangkap yang pernah dialami dua petani bernama Sengkon dan Karta pada tahun 1974. Keduanya dituduh menjadi pembunuh dan pencuri. 

Baca juga: Keluarga Vina Cirebon Setuju Hotman Paris Dorong Jokowi Bentuk Tim Pencari Fakta

Namun, setelah divonis bersalah dan menjalani hukuman, ternyata pelaku sebenarnya bukanlah Sengkon dan Karta.

"Kita berharap, semua kasus-kasus seperti itu... Jangankan itu, kasus Sengkon dan Karta dulu itu sesudah mereka dihukum menjalani cukup lama, baru terungkap bukan mereka pelakunya," ujarnya.

"Itu membuat jalan untuk pemeriksaan kembali. Perkara mereka dan diputus pengadilan, maka negara membayar," sambungnya.

Selain kasus tersebut, Yasonna juga turut mengungkit kasus salah tangkap yang pernah terjadi di Amerika Serikat. Menurutnya, ada seseorang yang pernah divonis hukuman mati, tapi kemudian dibebaskan karena bukan orang itu pembunuhnya.

"It happened," ucapnya.

Baca juga: 3 Saksi Kasus Pembunuhan Vina Cirebon Ganti BAP

Oleh karena itu, Yasonna menilai, polisi perlu bekerja cepat dan profesional dalam mengungkap kasus kematian Vina Cirebon. Sehingga, masyarakat tidak menaruh kecurigaan kepada aparat kepolisian.

"Dan dalam keadaan seperti ini, polisi harus betul-betul bekerja keras, cepat mengungkap kasus ini, supaya jangan liar nanti hipotesis yang terjadi di masyarakat, kecurigaan-kecurigaan," imbuhnya.

Pengacara keluarga Vina, Hotman Paris Hutapea menduga ada oknum polisi yang mengubah berita acara pemeriksaan (BAP) pembunuhan warga Cirebon, Jawa Barat, bernama Vina dan Eki.

Menurut Hotman, pada pemeriksaan awal, hampir delapan tersangka yang sudah divonis mengaku ke polisi ada tiga orang pelaku yang belum ditangkap.

Namun, tiga pelaku yang sampai sekarang masih DPO ini tidak dimasukkan ke dalam berkas kasus, saat polisi melimpahkan ke Kejaksaan.

Baca juga: Hotman Paris Sebut Kasus Vina Cirebon Tak Akan Dapat Keadilan Hukum meski Pegi Dinyatakan Bersalah

Hotman menyebut, pengubahan berkas ini seolah-olah menyangkal keterlibatan tiga orang DPO.

Padahal, hampir semua tersangka mengaku bahwa tiga DPO turut andil dalam kasus ini.

Ia juga mengatakan, keterangan delapan orang tersangka bukan sebuah karangan belaka. Hotman berdalih, ada keterlibatan oknum polisi ini diduga turut membersihkan nama tiga orang DPO.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Nasional
Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Nasional
MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

Nasional
Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Nasional
Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Nasional
Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Nasional
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Nasional
DPR Sebut Ada Indikasi Kemenag Langgar UU Karena Tambah Kuota Haji ONH Plus

DPR Sebut Ada Indikasi Kemenag Langgar UU Karena Tambah Kuota Haji ONH Plus

Nasional
Punya Kinerja Baik, Pertamina Raih Peringkat 3 Perusahaan Terbesar Fortune 500 Asia Tenggara 2024

Punya Kinerja Baik, Pertamina Raih Peringkat 3 Perusahaan Terbesar Fortune 500 Asia Tenggara 2024

Nasional
Gugat ke MK, Dua Mahasiswa Minta Syarat Usia Calon Kepala Daerah Dihitung saat Penetapan

Gugat ke MK, Dua Mahasiswa Minta Syarat Usia Calon Kepala Daerah Dihitung saat Penetapan

Nasional
Satgas Judi 'Online' Dibentuk, Kompolnas Minta Polri Perkuat Pengawasan Melekat

Satgas Judi "Online" Dibentuk, Kompolnas Minta Polri Perkuat Pengawasan Melekat

Nasional
Pemerintah Diminta Fokuskan Bansos Buat Rakyat Miskin, Bukan Penjudi 'Online'

Pemerintah Diminta Fokuskan Bansos Buat Rakyat Miskin, Bukan Penjudi "Online"

Nasional
Pemerintah Diminta Solid dan Fokus Berantas Judi 'Online'

Pemerintah Diminta Solid dan Fokus Berantas Judi "Online"

Nasional
Ada Anggota DPR Main Judi Online, Pengamat: Bagaimana Mau Mikir Nasib Rakyat?

Ada Anggota DPR Main Judi Online, Pengamat: Bagaimana Mau Mikir Nasib Rakyat?

Nasional
Muhadjir Usul Sanksi Pelaku Judi 'Online' Sebaiknya Diperberat

Muhadjir Usul Sanksi Pelaku Judi "Online" Sebaiknya Diperberat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com