Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tapera Tak Jamin Beri Rumah, Tak Bisa Disamakan dengan BPJS Kesehatan

Kompas.com - 12/06/2024, 09:00 WIB
Tria Sutrisna,
Ardito Ramadhan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) masih mendapatkan respons negatif yang cukup besar. Desakan agar pemerintah menunda bahkan membatalkan kebijakan itu pun terus bergulir.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLKI) Tulus Abadi mengungkapkan, ada lebih banyak masyarakat yang menolak atau kontra dengan kebijakan Tapera.

“Kami melihat lebih banyak dimensi yang kontra terhadap kebijakan ini daripada yang pro,” ujar Tulus dalam sebuah acara diskusi, Selasa (11/6/2024).

“Saya kira perlu pengkajian ulang dan juga penundaan atau bukan penundaan, tuntutan masyarakat kan dibatalkan,”  imbuh dia.

YLKI pun menilai dalih Presiden Joko Widodo yang menyamakan iuran Tapera selayaknya bantuan iuran kepesertaan BPJS Kesejatan adalah analogi yang tidak tepat.

Baca juga: YLKI: Prinsip Gotong Royong Tapera Tak Bisa Disamakan dengan BPJS Kesehatan

“Prinsip gotong royongnya kalau disamakan dengan BPJS kesehatan tidak bisa sama. Karena kalau prinsip gotong royong di BPJS Kesehatan itu memang satu filosofi yang sangat bagus. Tapi pada konteks rumah ini menjadi persoalan yang bisa complicated,” kata Tulus

Tulus meyakini bahwa penerapan Tapera ini menjadi salah satu upaya pemerintah mengatasi persoalan ketimpangan masyarakat dalam hal kepemilikan rumah.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat, angka backlog atau jumlah kekurangan perumahan di Indonesia tahun ini sebesar 9,9 juta unit.

Menurut Tulus, pengentasan permasalahan itu tidak serta-merta bisa dilakukan dengan menarik iuran dari warga lewat program Tapera.

Terlebih, tidak ada kepastian bagi warga untuk bisa memiliki rumah meski sudah diwajibkan mengikuti Tapera.

Baca juga: Soal Iuran Tapera, YLKI: Kenapa Masyarakat Ikut Menanggung Subsidi?

“Kenapa complicated? Karena kalau kami lihat dari catatan yang diberikan oleh pengamat, oleh publik, saya kira masuk akal. Apakah nanti pegawai yang sudah pensiun belum tentu mendapatkan rumahnya? padahal sudah pensiun,” kata Tulus.

“Kedua apakah nilai tapera yang diberikan juga setara dengan nilai rumah pada saat nanti. Kalau tabungan taperanya hanya katakanlah Rp 30 juta, Rp 35 juta, apakah ada rumah yang seharga itu? Padahal rumah subdisi saja saat ini harganya sudah Rp 200 juta,” ujar dia.

Ayu (30 tahun) seorang karyawan swasta di Jakarta dengan gaji Rp 5-6 juta mengaku keberatan dengan pemotongan upahnya untuk iuran Tapera.

Sebab, dengan besaran gaji tersebut, dia masih harus mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Baca juga: Soal Tapera, YLKI: Tuntutan Masyarakat Dibatalkan

Penolakan juga disampaikan Wanda (29), karyawan swasta dengan gaji berkisar Rp 15 juta per bulan. Ia menganggap program Tapera akan semakin membebaninya yang juga memiliki cicilan lain dan harus dibayarkan setiap bulan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Juli 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Juli 2024

Nasional
Laporkan Persoalan PDN, Menkominfo Bakal Ratas dengan Jokowi Besok

Laporkan Persoalan PDN, Menkominfo Bakal Ratas dengan Jokowi Besok

Nasional
PDN Diretas, Puan: Pemerintah Harus Jamin Hak Rakyat atas Keamanan Data Pribadi

PDN Diretas, Puan: Pemerintah Harus Jamin Hak Rakyat atas Keamanan Data Pribadi

Nasional
TB Hasanuddin Titipkan 'Anak' Bantu BSSN Buru 'Hacker' PDN

TB Hasanuddin Titipkan "Anak" Bantu BSSN Buru "Hacker" PDN

Nasional
Prabowo Ungkap Arahan Jokowi untuk Pemerintahannya

Prabowo Ungkap Arahan Jokowi untuk Pemerintahannya

Nasional
Bantah PKS Soal Jokowi Sodorkan Namanya Diusung di Pilkada Jakarta, Kaesang: Bohong

Bantah PKS Soal Jokowi Sodorkan Namanya Diusung di Pilkada Jakarta, Kaesang: Bohong

Nasional
Diwarnai Demo Udara, KSAL Sematkan Brevet Kehormatan Penerbal ke 7 Perwira Tinggi

Diwarnai Demo Udara, KSAL Sematkan Brevet Kehormatan Penerbal ke 7 Perwira Tinggi

Nasional
Data PDN Tidak 'Di-back Up', DPR: Ini Kebodohan, Bukan Masalah Tata Kelola

Data PDN Tidak "Di-back Up", DPR: Ini Kebodohan, Bukan Masalah Tata Kelola

Nasional
Didesak Mundur dari Menkominfo Buntut Peretasan PDN, Budi Arie: Tunggu Saja

Didesak Mundur dari Menkominfo Buntut Peretasan PDN, Budi Arie: Tunggu Saja

Nasional
Dalam Rapat, DPR Tanyakan Isu Adanya Kelalaian Pegawai Telkom dalam Peretasan PDN

Dalam Rapat, DPR Tanyakan Isu Adanya Kelalaian Pegawai Telkom dalam Peretasan PDN

Nasional
Minta Literasi Bahaya Judi “Online” Digalakkan, Wapres: Jangan Sampai Kita Jadi Masyarakat Penjudi!

Minta Literasi Bahaya Judi “Online” Digalakkan, Wapres: Jangan Sampai Kita Jadi Masyarakat Penjudi!

Nasional
Menkominfo Berkelit Banyak Negara Diserang Ransomware, Dave: Penanganannya Hitungan Jam

Menkominfo Berkelit Banyak Negara Diserang Ransomware, Dave: Penanganannya Hitungan Jam

Nasional
Mandiri Jogja Marathon 2024 Kembali Digelar, Bangkitkan Semangat Keberlanjutan dan Ekowisata

Mandiri Jogja Marathon 2024 Kembali Digelar, Bangkitkan Semangat Keberlanjutan dan Ekowisata

Nasional
Alasan Safenet Galang Petisi Tuntut Budi Arie Mundur dari Menkominfo...

Alasan Safenet Galang Petisi Tuntut Budi Arie Mundur dari Menkominfo...

Nasional
PDNS Diretas, Jokowi Diingatkan Tak Jadikan Jabatan Menkominfo 'Giveaway'

PDNS Diretas, Jokowi Diingatkan Tak Jadikan Jabatan Menkominfo "Giveaway"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com