JAKARTA, KOMPAS.com - Gagasan buat mengembalikan mekanisme pemilihan presiden secara tidak langsung melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dianggap memperlihatkan kegagalan besar peran legislatif dan merusak demokrasi.
"Selama ini MPR-DPR gagal merepresentasikan dirinya sebagai wakil rakyat. Mereka lebih banyak mewakili kepentingan partai politik dan sponsor-sponsornya ketimbang rakyat," kata pengamat politik Jannus TH Siahaan dalam pernyataannya, seperti dikutip Kompas.com, Senin (10/6/2024).
Gagasan itu disampaikan di tengah-tengah wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Jannus menyatakan tidak sepakat dengan gagasan mengembalikan mekanisme pemilihan presiden dari langsung menjadi tidak langsung. Usul itu malah didukung oleh mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 1999-2004 Amien Rais.
Menurut dia gagasan itu justru merupakan hal konyol dan dipaksakan. Selain itu, ide itu juga dianggap hanya membuat sekat antara elite politik dan rakyat semakin tebal.
Baca juga: Mengembalikan Supremasi MPR, untuk Apa?
"Ide tersebut justru akan semakin merusak demokrasi kita. Politik akan semakin terelitisasi. Sementara rakyat akan teralienasi," ucap Jannus.
Sebelumnya diberitakan, Amien Rais sepakat jika sistem pemilihan presiden dan wakil presiden dikembalikan melalui mekanisme Sidang Umum MPR seperti sebelum era reformasi.
Alasan Amien mendukung usulan itu karena dia merasa naif ketika dulu mengubah sistem pemilihan presiden dari tidak langsung menjadi langsung. Padahal saat itu dia berharap dengan perubahan itu dapat menekan terjadinya politik uang.
"Jadi mengapa dulu saya selaku ketua MPR itu, melucuti kekuasaannya sebagai lembaga tertinggi yang memilih presiden, dan wakil presiden, itu karena penghitungan kami dulu perhitungannya agak naif," kata Amien usai bersilaturahim dengan pimpinan MPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Amien kemudian meminta maaf jika perubahan sistem pemilihan presiden justru malah membuat praktik demokrasi dengan melibatkan modal uang marak.
Baca juga: Klarifikasi Ketua MPR soal Semua Fraksi di DPR Setuju Amendemen UUD 1945
"Sekarang saya minta maaf. Jadi dulu, itu kita mengatakan kalau dipilih langsung one man one vote, mana mungkin ada orang mau menyogok 120 juta pemilih, mana mungkin? Perlu puluhan mungkin ratusan triliun. Ternyata mungkin. Nah itu," papar Amien.
Amien pun sepakat bila UUD 1945 kembali diamendemen untuk mengubah aturan pemilihan presiden.
"Itu (politik menyogok) luar biasa. Jadi sekarang kalau mau dikembalikan dipilih MPR, mengapa tidak?" jelas Ketua Majelis Syuro Partai Ummat ini.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyebutkan bahwa proses amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 tinggal menunggu persetujuan semua partai politik di parlemen.
Menurutnya, MPR sudah menyiapkan karpet merah hingga aturan peralihan untuk memuluskan amendemen.
Baca juga: Pengamat Nilai Tak Ada Alasan Kuat Presiden Kembali Dipilih MPR
"Kami ingin menegaskan kalau seluruh parpol setuju untuk melakukan amendemen penyempurnaan UUD 1945 yang ada, termasuk penataan kembali sistem politik dan sistem demokrasi kita, kami di MPR siap untuk melakukan amendemen," kata Bamsoet ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2024).
"Siap untuk melakukan perubahan karena kita sudah punya SOP-nya, kita sudah siapkan karpet merahnya, termasuk juga siap dengan aturan peralihan," lanjut dia.
Bamsoet mengungkapkan mengapa UUD 1945 yang sudah ada, kini perlu dilakukan perubahan. Menurut dia, sistem politik dan demokrasi Indonesia perlu ditata kembali.
"Sistem politik dan demokrasi kita yang sudah terjebak pada situasi yang mencemaskan, membuat kita disorientasi dan kita takut terjebak pada potensi-potensi perpecahan di antara kita," nilai Bamsoet.
Bamsoet enggan berandai-andai soal apakah amendemen tersebut juga akan mengubah sistem pemilihan umum baik kepala daerah maupun presiden.
Baca juga: Nasdem Sebut Ide Bamsoet Kembalikan Pilpres ke MPR Sebuah Kemunduran
Menurutnya, hal itu akan sangat bergantung pada dinamika politik ke depan.
"Tapi itulah semangat para pendiri bangsa yang tercantum di sila keempat Pancasila, musyawarah mufakat," imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.