JAKARTA, KOMPAS.com - Pendapat mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 1999-2004 Amien Rais mendukung sistem pemilihan presiden dikembalikan secara tidak langsung, melalui wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dianggap konyol dan dipaksakan.
Menurut pengamat politik Jannus TH Siahaan, sudah beberapa kali gagasan semacam itu disuarakan di ruang publik.
Akan tetapi, yang menarik perhatian adalah Amien Rais merupakan salah satu tokoh Reformasi 1998, dan ikut menyuarakan gagasan mengembalikan mekanisme pemilihan presiden melalui Sidang Umum MPR.
Padahal, kata Jannus, pasca Reformasi 1998, Amien ikut berperan aktif dalam melakukan amendemen UUD 1945 dan mendukung mekanisme pemilihan presiden secara langsung.
"Jadi jika Amien Rais hari ini menyuarakan untuk mengembalikan kedaulatan rakyat ke tangan MPR, maka jelas itu sebuah kekonyolan yang dipaksakan," kata Jannus dalam pernyataannya seperti dikutip Kompas.com pada Senin (10/6/2024).
Baca juga: Mengembalikan Supremasi MPR, untuk Apa?
Jannus juga menganggap pendapat Amien Rais sudah bukan menyuarakan gagasan tentang Reformasi lagi dan seolah frustasi dengan cara berpolitiknya.
Padahal pada masanya, Amien dianggap sebagai salah satu cendekiawan politik yang kerap mengkritik kebijakan pemerintahan Orde Baru yang dipimpin mendiang Presiden Soeharto.
"Sudah lama suara Amien Rais menjadi suara politik frustatif, yang menabrak sana-sini, hanya karena kebuntuan politik yang ia alami, bukan karena benar-benar menyuarakan kepentingan publik," ucap Jannus.
Sebelumnya diberitakan, Amien Rais sepakat jika sistem pemilihan presiden dan wakil presiden dikembalikan melalui mekanisme Sidang Umum MPR seperti sebelum era reformasi.
Alasan Amien mendukung usulan itu karena dia merasa naif ketika dulu mengubah sistem pemilihan presiden dari tidak langsung menjadi langsung. Padahal saat itu dia berharap dengan perubahan itu dapat menekan terjadinya politik uang.
Baca juga: Jika Pemilihan Presiden Dikembalikan ke MPR, Bisakah Atasi Politik Uang?
"Jadi mengapa dulu saya selaku ketua MPR itu, melucuti kekuasaannya sebagai lembaga tertinggi yang memilih presiden, dan wakil presiden, itu karena penghitungan kami dulu perhitungannya agak naif," kata Amien usai bersilaturahim dengan pimpinan MPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Amien kemudian meminta maaf jika perubahan sistem pemilihan presiden justru malah membuat praktik demokrasi dengan melibatkan modal uang marak.
"Sekarang saya minta maaf. Jadi dulu, itu kita mengatakan kalau dipilih langsung one man one vote, mana mungkin ada orang mau menyogok 120 juta pemilih, mana mungkin? Perlu puluhan mungkin ratusan triliun. Ternyata mungkin. Nah itu," papar Amien.
Amien pun sepakat bila UUD 1945 kembali diamendemen untuk mengubah aturan pemilihan presiden.
"Itu (politik menyogok) luar biasa. Jadi sekarang kalau mau dikembalikan dipilih MPR, mengapa tidak?" jelas Ketua Majelis Syuro Partai Ummat ini.
Baca juga: Klarifikasi Ketua MPR soal Semua Fraksi di DPR Setuju Amendemen UUD 1945
Dalam kesempatan yang sama, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyebutkan bahwa proses amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 tinggal menunggu persetujuan semua partai politik di parlemen.
Menurutnya, MPR sudah menyiapkan karpet merah hingga aturan peralihan untuk memuluskan amendemen.
"Kami ingin menegaskan kalau seluruh parpol setuju untuk melakukan amendemen penyempurnaan UUD 1945 yang ada, termasuk penataan kembali sistem politik dan sistem demokrasi kita, kami di MPR siap untuk melakukan amendemen," kata Bamsoet ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2024).
"Siap untuk melakukan perubahan karena kita sudah punya SOP (standar operasional dan prosedur-nya, kita sudah siapkan karpet merahnya, termasuk juga siap dengan aturan peralihan," lanjut dia.
Bamsoet mengungkapkan mengapa UUD 1945 yang sudah ada, kini perlu dilakukan perubahan. Menurut dia, sistem politik dan demokrasi Indonesia perlu ditata kembali.
Baca juga: Pengamat Nilai Tak Ada Alasan Kuat Presiden Kembali Dipilih MPR
"Sistem politik dan demokrasi kita yang sudah terjebak pada situasi yang mencemaskan, membuat kita disorientasi dan kita takut terjebak pada potensi-potensi perpecahan di antara kita," nilai Bamsoet.
Bamsoet enggan berandai-andai soal apakah amendemen tersebut juga akan mengubah sistem pemilihan umum baik kepala daerah maupun presiden.
Menurutnya, hal itu akan sangat bergantung pada dinamika politik ke depan.
"Tapi itulah semangat para pendiri bangsa yang tercantum di sila keempat Pancasila, musyawarah mufakat," imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.