JAKARTA, KOMPAS.com - Dosen Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Bambang Suhendro mengatakan uji beban Jalan Tol Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ) Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat dilakukan dengan truk berisi pasir yang beratnya mencapai 360 ton.
Hal ini disampaikan Bambang saat dihadirkan tim penasihat hukum eks Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono dan Staf Tenaga Ahli Jembatan PT LAPI Ganeshatama Consulting, Tony Budianto Sihite.
Bambang dihadirkan sebagai saksi a de charge atau saksi meringankan dalam perkara dugaan korupsi pembangunan Jalan Tol layang MBZ yang diduga merugikan keuangan negara Rp 510 miliar tersebut.
Baca juga: Ahli: Jalan Layang MBZ Belum Bisa Disebut Tol
Awalnya, Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri mendalami proses uji beban jalan layang Jakarta-Cikampek itu. Kepada Hakim, Bambang menyebut 12 truk dengan berat masing-masing 30 ton dijalankan di atas jalan layang tersebut.
"Jadi diujilah, diteslah dulu, dinaikan truk berapa unit pak?" tanya Hakim dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024).
"12 unit beratnya 30 ton. Truknya dimuati dengan pasir," kata Bambang. Bambang menjelaskan, pengujian tahap pertama dimulai dengan menaikan empat truk berbaris ke posisi tengah Tol MBZ.
"Masing-masing 30 ton, penuh (pasir) satu bentang, 60 meter, 12 truk tapi memasukan truk itu bertahap, Yang Mulia," papar Bambang. "Jadi sekali berjejer naik ke atas gitu?" tanya hakim.
Kepada Hakim, Bambang menjelaskan bahwa masing-masing truk naik ke jalan layang dengan jarak 60 meter. Di tengah jalan empat truk itu berhenti untuk dilakukan pengecekan terhadap lendutan di jalan tol tersebut.
Baca juga: Saksi Sebut Ada Penebalan Jalan di Tol MBZ Saat Akan Uji Beban
"Empat naik ke atas dulu, itu kita beri nama tahap satu, itu kita hentikan, kita ukur semua respons lendutan yang turun itu berapa mili, ada sensor untuk mengukur itu," terang Bambang.
"Itu sudah beban dengan truknya atau bebanya isinya aja yang 30 ton?" tanya Hakim mendalami. "Sudah total, sudah termausk truknya," kata Bambang.
Mendengar penjelaskan ini, Hakim terus mendalami proses uji beban yang dilakukan di jalan layang Jakarta-Cikampek itu.
"Di posisi mana berhentinya?" tanya Jakim.
"Di tengah," jawab Bambang.
"Di Km berapa?" tanya hakim.
Bambang mengatakan, pemberhentian itu bukan melihat kilometer jalan, tapi dengan bentang masing-masing truk.
"Bukan, satu bentang 60 meter itu empat truk tadi masuk ke atas dan berhenti di tengah," kata Bambang menjelaskan.
"Sebentar dulu pak professor, itu titik di tengah siapa yang menentukan? diambil secara acak kah atau sudah ditentukan titik pengujiannya itu?" tanya Hakim.
"Titik yang di tengah?" timpal Bambang bingung.
"Ya tempat berhentinya, setopnya empat truk tadi Pak," kata Hakim lagi.
"Jadi sebelum uji beban, pada proposalnya yang kira periksa itu sudah disimulasikan dengan komputer," jelas Bambang.
Baca juga: Spesifikasi Beton Turun, Kekuatan Tol MBZ Disebut Hanya Tahan 75 Tahun
"Bukan, yang posisi tadi, posisi tempat berhentinya truk di posisi tengah jalan itu tadi pak. Apakah itu diambil secara acak kah atau sudah ditentukan titiknya di mana truk itu berhenti?" cecar Hakim.
"Sudah ditentukan, karena titik itu (yang) menyebabkan jembatan kita paling besar lendutannya," jawab Bambang.
Tidak puas dengan jawaban tersebut, Hakim lagi-lagi mempertanyakan posisi berhentinya truk.
"Kenapa tidak diambil secara acak? umpamanya di posisi Km 2 umpamanya," timpal Hakim.
"Ini satu bentang Yang Mulia, bukan keseluruhan tapi satu bentang, itu dipilih lalu kita uji satu bentang saja," sahut Bambang.
Dalam momen ini, Hakim pun menyinggung perkara korupsi pada proyek pembangunan jalan. Hakim berpandangan, titik pengujian jalan biasanya telah ditentukan lebih dulu agar hasil uji sesuai standar.
Baca juga: Ahli Sebut Jalan Tol MBZ Seharusnya Datar, Bukan Bergelombang
"Maksud saya begini lho Pak, kan kita tidak pungkiri juga itu di dalam persidangan-persidangan perkara korupsi khususnya terhadap pembangunan jalan atau jembatan itu tempat pengujian itu sudah ditentukan titiknya pak. Kalau diuji di situ titiknya begitu lho, tapi titik yang diuji itu sesuai dengan standar, itu lho maksudnya,” kata Hakim.
“Jadi kalau diuji ya sesuai lah dengan spek kan begitu, tetapi kalau diuji di posisi yang lain pak, baru ketahuan, itu maksudnya pak. Jadi pertanyaan saya bukan ndak ada maksudnya, gitu lho Pak. Ada maksudnya di situ," sentil Hakim lagi.
Hakim pun terus mencecar Bambang terkait alasan posisi penghentian truk saat uji beban dilakukan. Namun, Bambang mengatakan uji beban itu dilakukan oleh PT Risen Engineering Consultants.
Kepada Hakim, ia mengaku hanya berperan mendampingi.
"Kami mendampingi, supaya proposal uji beban itu sesuai," terang Bambang.
Baca juga: Lendutan Tol MBZ Diklaim Lebih Baik dari Teori yang Direncanakan
Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga telah terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp 510 miliar dalam proyek pekerjaan pembangunan Jalan Tol MBZ.
Kerugian ini ditimbulkan oleh tindakan yang dilakukan eks Direktur Utama (Dirut) PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono, Ketua Panitia Lelang PT JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional PT Bukaka Teknik Utama, Sofiah Balfas dan Staf Tenaga Ahli Jembatan PT LAPI Ganeshatama Consulting, Tony Budianto Sihite.
“Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 510.085.261.485,41 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut,” kata Jaksa membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis 14 Maret 2024.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.