JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Teknik Geometri Jalan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Imam Muthohar berpandangan, Jalan Tol Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ) Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat belum bisa disebut sebagai jalan tol.
Hal ini disampaikan Imam saat dihadirkan sebagai ahli oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Jalan Tol layang MBZ yang diduga merugikan keuangan negara Rp 510 miliar tersebut.
Pernyataan ini diungkap Imam menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri yang tengah menyelisik matematika pembentukan jalan tol secara keilmuan. Sebab, Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek yang sudah beroperasi itu bergelombang.
"Jalan Tol Japek itu yang Bapak teliti kemarin itu, MBZ itu. Itu kan bergelombang itu, apakah masih layak disebut dengan jalan tol itu, Pak? tanya Hakim Fahzal Hendri dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (4/6/2024).
Baca juga: Ahli Sebut Jalan Tol MBZ Seharusnya Datar, Bukan Bergelombang
“Karena tadi kan secara geometri seharusnya datar ini malah bergelombang-bergelombang begitu, bagaimana?" tanya Hakim melanjutkan.
Menjawab pertanyaan itu, Imam pun menjelaskan fungsi jalan tol. Misalnya, kenyamanan bagi pengendara untuk dapat melewati jalan yang bebas dari hambatan.
Apalagi, pengguna jalan tol mengeluarkan biaya untuk bisa melewati jalan yang dibuat untuk memberikan kenyamanan bagi penggunanya.
"Kalau menurut yang kami pelajari, setiap kita (masuk ke) jalan tol berati harus mendapatkan benefit, baik dari segi waktu perjalanan atau dari kenyamanan. Kalau dia (Tol MBZ) sudah indikasi itu, (tapi) kita melewati jalan Tol Japek ini kita tidak mendapatkan itu. Berarti secara harfiah, kita mungkin bisa menyebut ini jalan tol tapi belum bisa memberikan fungsinya sebagai tol," papar Imam.
Baca juga: Spesifikasi Beton Turun, Kekuatan Tol MBZ Disebut Hanya Tahan 75 Tahun
"Jadi belum bisa disebut itu jalan tol?" timpal Hakim.
"Iya," kata Imam menilai.
Hakim pun terus mendalami bentuk jalan tol secara keilmuan. Lagi-lagi, ahli dari UGM itu menjelaskan bahwa lazimnya jalan tol dibikin secara datar untuk kenyamanan pengguna jalan.
"Kalau dari segi ilmunya Pak, kalau standar jalan tol itu seperti apa? Jangan ada gelombang seperti itu, melengkung-melengkung seperti itu, kan begitu Pak?" tanya Hakim memastikan.
"Iya," jawab Imam.
Dalam perkara ini, jaksa menduga telah terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp 510 miliar dalam proyek pekerjaan pembangunan Jalan Tol MBZ.
Kerugian ini ditimbulkan oleh tindakan yang dilakukan eks Direktur Utama (Dirut) PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono, Ketua Panitia Lelang PT JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional PT Bukaka Teknik Utama, Sofiah Balfas dan Staf Tenaga Ahli Jembatan PT LAPI Ganeshatama Consulting, Tony Budianto Sihite.
“Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 510.085.261.485,41 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut,” kata Jaksa membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis 14 Maret 2024.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.