Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pansel Capim KPK: Komposisi Dianggap Bermasalah, Diingatkan Jangan Loloskan Calon Titipan

Kompas.com - 31/05/2024, 08:01 WIB
Syakirun Ni'am,
Ardito Ramadhan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komposisi panitia seleksi calon pimpinan dan anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (pansel capim KPK) bentukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuai kritik karena didominasi unsur pemerintah.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, komposisi pansel yang dibentuk Jokowi terdiri dari 5 unsur pemerintah dan 4 perwakilan masyarakat.

“Dominasi pemerintah ini penting untuk dikritik,” kata Kurnia saat dihubungi Kompas.com, Kamis (30/5/2024).

Berdasarkan daftar anggota pansel yang diumumkan, pansel capim KPK dipimpin oleh Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Yusuf Ateh.

Sementara, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria yang juga Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Arif Satria ditunjuk sebagai wakil ketua.

Baca juga: Pansel Capim KPK 2024-2029 Didominasi Unsur Pemerintah

Kemudian ada tujuh orang anggota yakni Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, Nawal Nely yang merupakan seorang profesional, Kepala Sekretariat Wakil Presiden yang juga seorang ekonom Ahmad Erani Yustika.

Lalu, Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM Ambeg Paramarta, ahli hukum pidana yang juga merupakan akademisi Universitas Andalas Elwi Danil, Deputy Director Eksekutif Transparency Rezki Sri Wibowo International (TII), dan akademisi Ilmu Hukum Universitas Airlangga Taufik Rachman.

Kurnia mengatakan, komposisi yang didominasi perwakilan pemerintah tersebut menimbulkan keraguan di antara masyarakat bahwa penjaringan calon pimpinan dan anggota Dewas KPK tidak berjalan independen.

“Justru dengan komposisi dominasi pemerintah itu timbul sangka-sangka di tengah masyarakat terkait dengan adanya dugaan atau keinginan pemerintah untuk cawe-cawe atau intervensi,” ujar Kurnia.

Selain itu, langkah Jokowi membentuk pansel ini juga dinilai lambat. Sebab, jika berkaca pada proses seleksi Capim KPK 2019, pansel sudah diumumkan pada pertengahan Mei.

Baca juga: Unsur Pemerintah Dominasi Pansel Capim KPK, ICW: Timbul Dugaan Cawe-Cawe

Menurut Kurnia, persoalan waktu ini menjadi penting diperhatikan karena pansel mencari calon pimpinan KPK dan lima calon anggota Dewas.

“Sebab akan berpengaruh secara langsung pada rentang waktu pencarian penjaringan proses seleksi komisioner dan Dewas KPK,” ujar Kurnia,” kata dia.

Komisaris BUMN jadi pansel

Berdasarkan penelusuran Kompas.com, 2 dari 9 nama anggota pansel juga tercatat sebagai komisaris perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni Nawal Nely dan Ahmad Erani Yustika.

Merujuk pada situs resmi PT PLN, Nawal ditetapkan sebagai Komisaris perusahaan listrik negara itu pada 19 Maret 2024 lalu.

Baca juga: Dua Anggota Pansel Capim KPK merupakan Komisaris BUMN

Berdasarkan situs resmi Kementerian BUMN, Nawal juga disebut menjabat Deputi Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko di kementerian itu sejak 4 Februari 2020. Selain itu, Nawal tercatat pernah menjabat sebagai Manager National Bank of Kuwait (2005-2006), Financial Analyst di Ernst & Young Kuwait (2002-2005), Senior Manager Ernts & Young Egypt – Cairo (2009-2010), dan Partner Ernst & Young Indonesia (2010-2020).

Sementara itu, Erani tercatat merupakan komisaris PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), perusahaan pelat merah yang menjadi bagian dari MIND ID.

Pada 2021 lalu, Erani tercatat sebagai Komisaris PT Waskita Karya (Tbk), perusahaan negara yang bergerak di bidang konstruksi. 

Jangan loloskan titipan partai

Selain persoalan cawe-cawe, Kurnia juga mengingatkan pansel capim KPK agar tidak meloloskan peserta titipan partai politik.

Kurnia mengatakan, pimpinan KPK yang membawa kepentingan partai maupun kelompok tertentu akan menjadi penghalang dalam upaya pemberantasan korupsi.

“Karena ke depan kalau mereka akan terpilih menjadi batu sandungan dan bias dalam melakukan penegakan hukum di KPK,” ujar Kurnia.

Selain itu, Kurnia juga menekankan agar pansel Capim KPK memperhatikan kepatuhan peserta dalam menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Baca juga: ICW Minta Pansel Capim KPK Tak Loloskan Calon Bawa Agenda Parpol

Hal ini berlaku bagi peserta seleksi dari pemerintah yang masih aktif maupun sudah pensiun.

“Sederhananya ketika penyelenggara negara atau mantan penyelenggara negara tidak patuh melaporkan LHKPN maka itu harus dicoret sejak awal proses seleksi,” kata dia.

Sementara itu, mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap meminta pansel capim KPK berani mencoret kandidat yang memiliki rekam jejak bermasalah.

Yudi mengaku tidak meragukan rekam jejak dan keahlian 9 orang tersebut. Meski demikian, mereka harus menyeleksi calon pimpinan untuk lembaga yang sedang terpuruk.

Ia juga mengingatkan langkah pansel capim KPK 2019-2023 yang meloloskan Firli Bahuri. Saat itu, masyarakat sipil dan pihak KPK sendiri telah mengingatkan riwayat buruk jenderal polisi tersebut.

Baca juga: Belajar dari Kasus Firli, Pansel Diminta Berani Coret Capim KPK Problematik

Firli pernah menjabat Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK dan tersandung masalah etik karena menemui pihak berperkara.

Saat ini, Firli tersandung kasus korupsi dugaan pemerasan, gratifikasi, dan suap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

“Harus menjadi pelajaran pansel kali ini untuk memilih 10 orang yang terbaik sebelum dipilih DPR,” ujar Yudi.

Tanggapan KPK

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata ikut mengkritik komposisi pansel capim KPK ini karena tidak ada mantan pimpinan KPK yang duduk di kursi pansel.

Menurut dia keberadaan mantan pimpinan KPK di kursi pansel penting agar mereka bisa memahami sosok yang dibutuhkan lembaga antirasuah.

“Sayangnya enggak ada mantan pimpinan KPK sebagai anggota pansel,” ujar Alex saat dihubungi Kompas.com, Kamis.

Meski demikian, mantan hakim Pengadilan Tipikor itu berharap pansel bentukan Jokowi ini bisa independen dan bekerja dengan baik.

“Pilih capim KPK yang profesional dan berintegritas,” kata Alex.

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak juga berharap pansel capim KPK bisa memilih calon yang berintegritas.

Baca juga: Alex Marwata Sayangkan Tak Ada Mantan Pimpinan KPK Jadi Anggota Pansel

Ia berharap, pimpinan KPK yang terpilih kelak memiliki kepribadian baik dan rasa tanggung jawab.

“Sehingga pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera,” kata Tanak.

Sementara itu, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengingatkan Pansel Capim KPK aktif menyerap masukan dari masyarakat.

Sebab, masyarakat merupakan pihak yang merasakan manfaat pemberantasan korupsi dan yang paling dirugikan dari perbuatan korupsi.

“Pansel juga secara proaktif harus dapat menyerap berbagai saran, masukan, dan aspirasi masyarakat,” kata Ali dalam keterangan tertulis, Kamis.

Sesuai aturan

Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengeklaim bahwa komposisi pansel yang ditunjuk Jokowi sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengangkatan Ketua dan Anggota Dewas KPK.

Baca juga: Istana Enggan Ungkap Alasan Pilih 9 Anggota Pansel Capim KPK

"Di situ disebutkan ketuanya dari unsur pemerintah pusat. Jadi anggotanya atau anggota panselnya ada sembilan orang. Lima orang dari unsur pemerintah pusat dan empat dari unsur masyarakat," ujar Pratikno, Kamis.

Mantan rektor Universitas Gadjah Mada ini enggan membeberkan pertimbangan Jokowi dalam menunjuk nama-nama di atas sebagai anggota pansel.

"Ya pertimbangannya banyak," kata Pratikno.

Adapun pansel capim KPK akan mulai bekerja secepatnya.

Pratikno menyebutkan pansel akan berkantor di Gedung Kementerian Sekretariat Negara hingga 20 Desember 2024 mendatang.

"Kita memberi waktu nanti bulan Desember, tanggal 20 Desember harus selesai tugasnya pansel," ujar Pratikno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Demokrat Anggap Ridwan Kamil Cocok Masuk Jakarta, Ungkit Jokowi dari Solo

Demokrat Anggap Ridwan Kamil Cocok Masuk Jakarta, Ungkit Jokowi dari Solo

Nasional
Sekjen PKS Sebut Jokowi Sodorkan Kaesang ke Sejumlah Parpol untuk Maju Pilkada Jakarta

Sekjen PKS Sebut Jokowi Sodorkan Kaesang ke Sejumlah Parpol untuk Maju Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Nilai Pintu Koalisi Masih Terbuka Meski PKS Usung Anies-Sohibul di Jakarta

PDI-P Nilai Pintu Koalisi Masih Terbuka Meski PKS Usung Anies-Sohibul di Jakarta

Nasional
Tinjau RSUD di Barito Timur, Jokowi Soroti Kurangnya Dokter Spesialis

Tinjau RSUD di Barito Timur, Jokowi Soroti Kurangnya Dokter Spesialis

Nasional
PDN Kena 'Ransomware', Pemerintah Dianggap Tak Mau Belajar

PDN Kena "Ransomware", Pemerintah Dianggap Tak Mau Belajar

Nasional
Jokowi Persilakan KPK Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden

Jokowi Persilakan KPK Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden

Nasional
PKS Klaim Tolak Tawaran Kursi Bacawagub DKI dari KIM, Pilih Usung Anies-Sohibul

PKS Klaim Tolak Tawaran Kursi Bacawagub DKI dari KIM, Pilih Usung Anies-Sohibul

Nasional
Penangkapan 103 WNA Terkait Kejahatan Siber Berawal dari Imigrasi Awasi Sebuah Vila di Bali

Penangkapan 103 WNA Terkait Kejahatan Siber Berawal dari Imigrasi Awasi Sebuah Vila di Bali

Nasional
Rumah Pensiun Jokowi Mulai Dibangun, Kemensetneg: Presiden Sendiri yang Memilih Lokasi

Rumah Pensiun Jokowi Mulai Dibangun, Kemensetneg: Presiden Sendiri yang Memilih Lokasi

Nasional
Serangan Siber PDN Dinilai Semakin Menggerus Kepercayaan Publik

Serangan Siber PDN Dinilai Semakin Menggerus Kepercayaan Publik

Nasional
Publik Dirugikan 'Ransomware' PDN Bisa Tuntut Perdata Pemerintah

Publik Dirugikan "Ransomware" PDN Bisa Tuntut Perdata Pemerintah

Nasional
KPK Tetapkan 9 Tersangka Korupsi Proyek Pengerukan Alur Pelayaran di 4 Pelabuhan

KPK Tetapkan 9 Tersangka Korupsi Proyek Pengerukan Alur Pelayaran di 4 Pelabuhan

Nasional
Notifikasi Dampak 'Ransomware' PDN Nihil, Sikap Pemerintah Dipertanyakan

Notifikasi Dampak "Ransomware" PDN Nihil, Sikap Pemerintah Dipertanyakan

Nasional
KPK Usut Dugaan Korupsi Proyek Pengerukan Jalur Pelayaran di 4 Pelabuhan

KPK Usut Dugaan Korupsi Proyek Pengerukan Jalur Pelayaran di 4 Pelabuhan

Nasional
Duet Anies-Sohibul Dinilai Tak Realistis, PKS: Ini Pasangan Ideal, Punya Wawasan Global

Duet Anies-Sohibul Dinilai Tak Realistis, PKS: Ini Pasangan Ideal, Punya Wawasan Global

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com