“Dalam periode tersebut, telah tercetak logam mulia dengan berbagai ukuran sejumlah 109 ton yang kemudian diedarkan di pasar secara bersamaan dengan logam mulia produk PT Antam yang resmi,” terang Kuntadi.
Menurut dia, kerugian negara dalam kasus ini besar. Namun masih dihitung.
Baca juga: Kasus Timah, Kejagung Tahan Eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM
"Sehingga logam mulia yang bermerek secara ilegal ini telah mengerus pasar dari logam mulia milik PT Antam, sehingga kerugiannya menjadi berlipat-lipat lagi,” kata dia.
Para tersangka disangka Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kejagung sebelumnya juga pernah menetapkan Budi Said menjadi tersangka dalam kasus jual beli emas logam mulia PT Antam Tbk pada Kamis (18/1/2024).
Budi Said diduga bekerja sama dengan pegawai Antam Butik 1 Surabaya untuk membeli emas logam mulia dengan harga lebih murah.
Kuntadi saat itu menjelaskan, Budi Said membeli emas dengan harga jual di bawah harga yang sudah ditentukan PT Antam Tbk.
Dia menyebut Budi Said membeli emas dengan harga miring seolah-olah sedang ada diskon. Padahal saat itu PT Antam Tbk tidak memberikan diskon.
Baca juga: Soal Putusan Sela Gazalba, Kejagung: Perkara Belum Inkrah, Lihat Perkembangannya
Untuk menutupi transaksinya tersebut, para pelaku ini menggunakan pola transaksi di luar mekanisme yang telah ditetapkan oleh PT Antam Tbk.
“Sehingga PT Antam tidak bisa mengontrol keluar masuknya logam mulia dan jumlah uang yang ditransaksikan," sambung Kuntadi.
Hal ini mengakibatkan PT Antam Tbk merugi sebesar 1 ton 136 kilogram logam mulia atau mungkin bisa setara Rp 1,1 triliun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.