Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Saksi TPPU SYL, Bos Maktour: Saya Pelayan Allah, Wajib Layani Siapa Pun yang Datang

Kompas.com - 27/05/2024, 13:55 WIB
Syakirun Ni'am,
Ardito Ramadhan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilik perusahaan biro haji dan umroh Maktour Travel, Fuad Hasan Masyhur, memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadi saksi kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Senin (27/5/2024).

Sebelum diperiksa penyidik, Fuad menyampaikan bahwa ia harus melayani siapa pun orang yang datang ke perusahaannya untuk berangkat umrah, termasuk SYL.

“Saya ini kan pelayan tamu Allah. Jadi siapa pun yang datang, saya tentu wajib memberikan pelayanan,” ujar Fuad kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin.

Baca juga: KPK Panggil Lagi Fuad Hasan Masyhur Jadi Saksi TPPU SYL

Fuad mengaku tidak memenuhi panggilan pemeriksaan pada pekan lalu karena terdapat kekeliruan dari penyidik.

Sebab, dalam surat panggilan itu, ia diminta menjalani pemeriksaan di Sulawesi. Padahal, Fuad sudah tinggal di Jakarta sejak tahun 1980.

Mertua Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Ario Bimo Nandito Ariotedjo itu sempat mengira dirinya mendapatkan surat palsu karena surat yang tidak jelas itu.

“Saya pikir saya di-prank. Kok tiba-tiba ada panggilan selisih beberapa jam. Jadi untuk kooperatif, mungkin saya akan lebih kooperatif,” ujar Fuad.

Sebelum memanggil Fuad, penyidik juga telah memanggil bawahannya di Maktour Travel, tetapi semuanya mangkir.

Baca juga: Kasus TPPU SYL, KPK Panggil 3 Pemilik Biro Perjalanan

Dalam perkara TPPU ini, KPK tengah mengusut dugaan aliran dana dari hasil korupsi SYL.

Selain pihak Maktour Travel, penyidik juga telah memeriksa pemilik dan pegawai perusahaan Suita Travel untuk menggali dugaan manipulasi perjalanan pribadi menjadi perjalanan dinas. 

"Kaitan dugaan aliran uang dari tersangka SYL yang digunakan untuk perjalanan keluar negeri seolah-olah dalam rangka dinas," ujar Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri.

Dalam perkara TPPU ini, KPK telah menggeledah sejumlah lokasi di Makassar selama beberapa hari berturut-turut. Mereka juga menyita sebuah rumah mewah bernilai Rp 4,5 miliar.

Sementara itu, dalam perkara pokoknya, SYL didakwa menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan Direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.

Pemerasan ini disebut dilakukan SYL dengan memerintahkan eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta; dan eks Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono; Staf Khusus Bidang Kebijakan, Imam Mujahidin Fahmid, dan ajudannya, Panji Harjanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Nasional
Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Nasional
Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Nasional
Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Nasional
Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Nasional
745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

Nasional
Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Nasional
Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Nasional
Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Nasional
Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Nasional
Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Nasional
Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Nasional
Wasekjen PKB Ingatkan Duet Anies-Sohibul di Jakarta Berisiko 'Deadlock'

Wasekjen PKB Ingatkan Duet Anies-Sohibul di Jakarta Berisiko "Deadlock"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com