Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesaksian JK dalam Sidang Karen Agustiawan yang Bikin Hadirin Tepuk Tangan...

Kompas.com - 17/05/2024, 09:11 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Suasana sidang yang lazimnya tenang berubah menjadi meriah ketika Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI menjadi saksi a de charge atau meringankan bagi terdakwa eks Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, Kamis (16/5/2024).

Karen Agustiawan merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) di PT Pertamina yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 113 miliar.

Riuh tepuk tangan terdengar saat JK, yang pernah menjadi orang nomor dua di Indonesia itu, menjelaskan soal kerugian adalah risiko bisnis dari Pertamina.

"Kalau suatu langkah bisnis, cuma dua kemungkinan dia untung atau rugi," kata JK dalam sidang di ruang Kusumah Atmadja Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis.

Baca juga: Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) ini lantas menyinggung posisi Pertamina yang merupakan badan usaha milik negara (BUMN).

Menurut dia, jika perusahaan di BUMN lain juga rugi, pejabat di perusahaan tersebut juga harus dipidana.

"Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum, maka semua BUMN karya harus dihukum, ini bahayanya. Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum, maka semua perusahaan negara harus dihukum, dan itu akan menghancurkan sistem," kata JK.

Pernyataan JK ini mendapat tepuk tangan para penonton yang hadir di ruang sidang dan membuat Majelis Hakim menegur hadirin.

Hakim mengingatkan kepada hadirin untuk tertib di ruang sidang.

"Tolong ya penonton tidak ada yang tepuk tangan di sini ya, karena di sini bukan menonton ya, kita mendengar fakta di sini ya, tolong jangan tepuk tangan dalam persidangan," kata Hakim.

"Kalau memang benar saksi ini, dipahami saja masing-masing. Mohon kami ya, enggak perlu bertepuk tangan. Lanjut, Saksi," kata dia.

Baca juga: Suara Tepuk Tangan Penuhi Ruang Sidang Tipikor Saat JK Sebut Semua BUMN Harus Dihukum

Singgung kebijakan Pertamina

Dalam kesaksiannya, JK menjelaskan untung rugi unit bisnis yang dilakukan BUMN. Terlebih, tindak-tanduk perusahaan di BUMN berbeda dengan lembaga atau kementerian.

Sebagai unit bisnis, gerak Pertamina dipengaruhi oleh kebijakan. Selain itu, ada juga faktor luar seperti kondisi ekonomi saat kebijakan sedang dieksekusi.

"Masalah (pandemi) Covid misalnya, siapa pun Dirut Pertamina, siapa pun dirut perusahaan karya pasti rugi pada waktu itu," kata JK.

Di masa Covid-19, kata JK, permintaan terkait energi sangat berkurang disebabkan aktivitas manusia yang melambat.

Di sisi lain, kondisi ini juga mengakibatkan industri ditutup, mal dan pusat perbelanjaan dibatasi yang membuat konsumsi listrik tiba-tiba turun secara drastis.

"Pasti harga turun, pasti rugi, kalau Dirut Pertamina dihukum karena itu, saya kira kita bertindak terlalu menganiaya berlebihan," ucap JK.

JK kemudian menyebut, jika Dirut Pertamina Karen dihukum karena kerugian Pertamina, ia ragu akan ada profesional yang ingin bekerja di BUMN.

"Rugi dua tahun langsung dihukum, itu sangat berbahaya, kemudian tidak ada orang mau berinovasi apabila itu terjadi," ucap dia. 

Bingung Karen jadi terdakwa

Kepada Majelis Hakim, JK pun bingung Karen dijadikan terdakwa kasus korupsi. Sebab, eks Dirut Pertamina itu dinilai hanya menjalankan instruksi presiden (inpres) soal ketahanan energi.

"Saya juga bingung kenapa jadi terdakwa, bingung, karena dia menjalankan tugasnya," ujar JK.

"Ini berdasarkan instruksi kata Bapak," tanya Hakim.

"Ya instruksi," jawab JK.

Baca juga: JK Bingung Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi

Hakim kemudian kembali menegaskan, apakah yang dimaksud adalah instruksi dari presiden ditunjukan ke Pertamina. "Ya saya ikut (memberi instruksi)," ucap JK.

"Instruksi itu apa isinya," tanya Hakim.

JK mengatakan, instruksi itu jelas harus memenuhi cadangan kebutuhan energi yang harus dipenuhi di atas 30 persen.

"Saya ikut membahas hal ini, karena kebetulan saya masih di pemerintah waktu itu," kata JK.

Hadirkan JK untuk bantah dakwaan KPK

Ditemui usai persidangan, Karen mengatakan, JK dihadirkan karena disebut terlibat dalam pengambilan kebijakan terkait pengembangan energi gas di Indonesia.

Wakil Presiden (Wapres) RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK) saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024).KOMPAS.com / IRFAN KAMIL Wakil Presiden (Wapres) RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK) saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024).

Hal ini dilakukan untuk membantah dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebutkan ada tindakan melawan hukum terkain pengadaan LNG.

"Saya ingin hadirkan Pak JK karena beliau kan yang terlibat di inpres ya, yang tadi dibilang ya bahwa harus lebih banyak (pengggunaan) gas dan itu memang kita lakukan," kata Karen.

Baca juga: Jusuf Kalla Disebut Bakal Jadi Saksi dalam Sidang Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan

Atas Kebijakan pemerintah itu Karen kemudian mengembangkan bisnis kilang untuk gas LNG. Sebab itu, Karen merasa sangat setuju dengan kebingungan JK terhadap kasus tersebut.

"Iya, yang pasti bingung Pak JK 'dia (Karen) ikuti instruksi saya, tapi dia yang masuk penjara'," kata Karen.

Didakwa perbuatan melawan hukum

Berdasarkan surat dakwaan Jaksa KPK, tindakan melawan hukum melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC ini dilakukan Karen bersama dengan eks Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina, Yenni Andayani dan Direktur Gas PT Pertamina, Hari Karyuliarto.

Jaksa menyampaikan, tindakan yang dilakukan oleh Karen adalah memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di Amerika Serikat tapa adanya pedoman pengadaan yang jelas.

Menurut Jaksa, pengembangan kilang LNG ini hanya diberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.

Selain itu, Karen tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero) dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Baca juga: Jaksa KPK Minta Hakim Tolak Eksepsi Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan

Dalam perjalanannya, semua kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik.

Pasalnya, terjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Kejadian ini lantas membuat Pertamina menjual rugi LNG di pasar internasional.

Atas tindakannya, Karen diduga telah memperkaya diri sendiri Rp 1.091.280.281,81 dan 104,016,65 dollar AS.

Selain itu, eks Dirut Pertamina ini diduga turut memperkaya Corpus Christi Liquedaction sebesar 113,839,186.60 dollar AS.

Total kerugian negara sebesar 113,839,186.60 dollar AS ini diketahui berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik (BPK) RI dan Instansi terkait lainnya Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.

Karen disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com