Padahal, formulir itu merupakan bukti perolehan suara tingkat pertama/TPS di berbagai wilayah di Papua Tengah yang masih menggunakan sistem ikat/noken.
Baca juga: KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?
Bukti perolehan suara tingkat TPS itu dianggap penting, karena terdapat perbedaan dengan rekapitulasi penghitungan suara tingkat kecamatan dan kabupaten/kota.
"Ini kan mestinya harus ada hasil secara berjenjang, jadi C.Hasil Ikat, kemudian (formulir) D.Hasil Kecamatan/Distrik, baru Kabupaten. Ini kan mulainya dari D.Hasil Kecamatan dan Kabupaten, C.Hasil Ikatnya ada tidak? Biar bisa kita cocokkan," kata Enny dalam sidang, Senin.
Anggota KPU RI yang hadir dalam sidang panel 3 itu, Yulianto Sudrajat, menyebut bahwa bukti-bukti formulir C.Hasil Ikat itu masih mereka persiapkan sebagai bukti tambahan.
"Jadi yang dimasukkan ini sama sekali belum ada bukti C.Hasil Ikatnya ya. Ini tolong bisa dilihat penghitungan secara berjenjangnya dari mulai C.Hasil Ikat," jawab Enny.
Kemudian, ketua panel hakim Arief Hidayat meminta agar KPU melengkapi bukti tambahan berupa formulir C.Hasil Ikat di Papua Tengah itu pada siang ini juga, tetapi KPU berkeberatan.
"Kayaknya belum bisa (siang ini), Yang Mulia," jawab Yulianto yang menjabat sebagai Koordinator Divisi Perencanaan, Keuangan, Umum, Rumah Tangga, dan Logistik KPU RI tersebut.
Sidang lalu berlanjut. Namun, untuk kali kedua, Arief menyemprot lembaga penyelenggara pemilu tersebut tidak membawa formulir C.Hasil Ikat.
Nadanya meninggi karena tindakan KPU ini menyebabkan perdebatan di ruang sidang.
Perdebatan itu terjadi karena perbedaan pendapat antara KPU dan perwakilan Bawaslu mengenai metode pemungutan suara di salah satu wilayah di Papua Tengah.
Baca juga: Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken
KPU menyebut, di wilayah itu, pemungutan suara digelar dengan metode one man one vote, sedangkan Bawaslu bersikeras bahwa metode pemungutan suara di wilayah itu masih menggunakan sistem noken/ikat.
"Ini yang disengketakan sedikit sekali, masak menghadirkan C1 (C.Hasil Ikat) enggak bisa?" kata Arief.
"Jadi yang mempunyai data, yang mempunyai bukti itu sebetulnya ada di pihak Termohon (KPU), jadi Termohon harus yang lengkap," ujar dia.
Arief menegaskan, tidak seharusnya KPU selaku termohon justru mengandalkan bukti formulir C.Hasil Ikat yang dihadirkan oleh pemohon.
Menurutnya, dilihat dari sisi mana pun, bukti formulir C.Hasil Ikat dari KPU itu lah yang dapat dianggap otentik.
"Kenapa kok enggak dilampirkan? Nanti kita disandingkan, di sana yang betul atau di sini yang betul. Biasanya termohon pihak terkait itu buktinya tidak otentik karena bisa menurut laporan saksinya. Lah yang otentik itu di sini (KPU) karena di sini punya data yang otentik," kata Arief.
"Jadi kita itu sangat bergantung pada Termohon, datanya harus disaksikan kepada kita untuk bisa menentukan. Karena itu tadi yang punya data lengkap itu Termohon," ujar dia menegaskan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.