Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Kompas.com - 06/05/2024, 15:40 WIB
Vitorio Mantalean,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim konstitusi Arief Hidayat mencecar Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk kali kedua lantaran lembaga penyelenggara pemilu tersebut tidak membawa formulir C.Hasil Ikat yang di dalamnya termuat bukti autentik perolehan suara via noken di tingkat TPS/kampung di Papua Tengah.

Sebelumnya, Arief sudah menyoroti hal ini. Namun, nadanya meninggi karena tindakan KPU ini menyebabkan perdebatan di ruang sidang.

Perdebatan itu terjadi karena perbedaan pendapat antara KPU dan perwakilan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengenai metode pemungutan suara di salah satu wilayah di Papua Tengah.

Baca juga: Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

KPU menyebut, di wilayah itu, pemungutan suara digelar dengan metode one man one vote, sedangkan Bawaslu bersikeras bahwa metode pemungutan suara di wilayah itu masih menggunakan sistem noken/ikat.

"Ini yang disengketakan sedikit sekali, masak menghadirkan C1 (C.Hasil Ikat) enggak bisa?" kata Arief yang menjadi ketua hakim panel 3 dalam sidang lanjutan, Senin (6/5/2024).

"Jadi yang mempunyai data, yang mempunyai bukti itu sebetulnya ada di pihak termohon (KPU), jadi termohon harus yang lengkap," ujarnya.

Arief menegaskan, tidak seharusnya KPU selaku termohon justru mengandalkan bukti formulir C.Hasil Ikat yang dihadirkan oleh pemohon.

Baca juga: PPP Sebut Pergeseran Suara Pileg Paling Banyak di Papua, Noken Pindah Ke Partai Lain

Menurutnya, dilihat dari sisi mana pun, bukti formulir C.Hasil Ikat dari KPU itu lah yang dapat dianggap otentik.

"Kenapa kok enggak dilampirkan? Nanti kita disandingkan, di sana yang betul atau di sini yang betul. Biasanya termohon pihak terkait itu buktinya tidak otentik karena bisa menurut laporan saksinya. Lah yang otentik itu di sini (KPU) karena di sini punya data yang otentik," ungkap Arief.

"Jadi kita itu sangat bergantung pada termohon, datanya harus disaksikan kepada kita untuk bisa menentukan. Karena itu tadi yang punya data lengkap itu termohon," tegas dia.

Sebagai informasi, Papua Tengah menjadi provinsi dengan jumlah sengketa Pileg 2024 terbanyak yang diregistrasi di MK, dengan total 26 perkara.

Baca juga: Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Pada Pemilu 2024, sedikitnya tiga perempat dari 8 kabupaten yang ada di Papua Tengah, seluruh TPS-nya masih menggunakan sistem noken/ikat.

Kabupaten-kabupaten yang tercatat TPS-nya menerapkan sistem noken tanpa pengecualian adalah Kabupaten Puncak Jaya, Puncak, Paniai, Intan Jaya, Deiyai, dan Dogiyai.

Pada rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat nasional di kantor KPU RI, Papua Tengah banyak mendapatkan sorotan saksi partai politik karena proses rekapitulasi di tingkat provinsi disebut tak transparan dan banyak keberatan saksi yang tidak diakomodasi. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Nasional
Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Nasional
Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Nasional
Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Nasional
Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Nasional
745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

Nasional
Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Nasional
Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Nasional
Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Nasional
Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Nasional
Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Nasional
Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Nasional
Wasekjen PKB Ingatkan Duet Anies-Sohibul di Jakarta Berisiko 'Deadlock'

Wasekjen PKB Ingatkan Duet Anies-Sohibul di Jakarta Berisiko "Deadlock"

Nasional
Soroti Minimnya Kamar di RSUD Mas Amsyar, Jokowi: Hanya 53, Seharusnya Bisa di Atas 100

Soroti Minimnya Kamar di RSUD Mas Amsyar, Jokowi: Hanya 53, Seharusnya Bisa di Atas 100

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com