JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh menerima gratifikasi Rp 650 juta terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Jaksa KPK Wahyu Dwi Oktafianto dalam dakwaannya menyebutkan, Gazalba diduga menerima gratifikasi itu bersama-sama pengacara yang berkantor di Wonokromo, Surabaya, bernama Ahmad Riyad.
Uang itu diterima dari terdakwa yang tengah mengurus kasasi di Mahkamah Agung (MA) bernama Jawahirul Fuad.
“Perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Ahmad Riyad menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 650.000.000 haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas terdakwa,” kata Jaksa Wahyu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (6/5/2024).
Baca juga: Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU
Wahyu mengungkapkan, perkara itu bermula ketika Jawahirul Fuad terjerat kasus pidana karena pengelolaan limbah B3 tanpa izin. Fuad disebut sebagai pemilik UD Logam Jaya.
Ia divonis satu tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jombang. Hukuman itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya pada tingkat banding.
Karena kalah di pengadilan tingkat dua, Fuad kemudian meminta bantuan Kepala Desa Kedunglosari bernama Mohammad Hani untuk mencarikan jalur pengurusan perkara di tingkat Kasasi pada MA.
Hani kemudian membawa Fuad bertemu pengasuh Pesantren di Sidoarjo bernama Agoes Ali Masyhuri pada 14 Juli 2021.
Baca juga: Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024
Kiai Agoes kemudian menghubungkan Fuad dengan pengacara bernama Ahmad Riyad. Ketika ditemui Fuad dan Hani, pengacara ini kemudian memeriksa perkara di MA.
Ia mendapati kasasi Fuad ditangani Hakim Agung Desnayeti, Yohanes Priyatna, dan Gazalba Saleh.
Pengacara ini kemudian menjembatani pengurusan perkara Fuad dengan Gazalba Saleh.
“Dengan menyediakan uang sejumlah Rp 500.000.000 untuk diberikan kepada terdakwa (Gazalba), setelah itu Ahmad Riyad menghubungi terdakwa,” ujar Jaksa Wahyu.
Pada Akhir Juli 2022, Fuad memberikan menyerahkan uang Rp 500 juta kepada Riyad di kantor hukumnya, Wonokromo, Surabaya.
Riyad kemudian bertemu Gazalba di Sheraton Surabaya Hotel & Towers, Kota Surabaya, pada 30 Juli 2022.
Ia menyampaikan permintaan Fuad agar diputus bebas oleh majelis kasasi.
Beberapa waktu kemudian, di kantor MA, Jakarta Pusat, Gazalba meminta asistennya, Prasetio Nugroho, agar membuat resume perkara Fuad yang bernomor 3679 K/PID/SUS-LH/2022 dengan putusan “Kabul Terdakwa”.
“Meskipun berkas perkara belum masuk ke ruangan terdakwa,” tutur Wahyu.
Resume itu kemudian menjadi dasar Gazalba dalam membuat lembar pendapat hakim atau advise blaad.
Musyawarah pengucapan putusan perkara Fuad digelar pada 6 September 2022 di MA. Majelis kasasi mengabulkan permohonan terdakwa.
“Pada pokoknya Jawahirul Fuad dinyatakan bebas atau dakwaan dinyatakan tidak terbukti,” ujar Wahyu.
Dwi melanjutkan, masih pada September 2022, Riyad menyerahkan uang 18.000 dollar Singapura atau Rp 200 juta kepada Gazalba di Bandara Juanda, Surabaya.
Uang itu merupakan bagian dari Rp 500 juta yang dibayarkan Fuad beberapa waktu sebelumnya.
Baca juga: Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh
Pada bulan yang sama, Riyad juga meminta Rp 150 juta kepada Fuad. Permintaan itu pun dipenuhi.
Dengan demikian, Jaksa KPK menduga secara keseluruhan Gazalba bersama-sama dengan Riyad menerima gratifikasi Rp 650 juta.
“Terdakwa menerima bagian sejumlah 18.000 dollar Singapura atau setara dengan Rp 200.000.000 sedangkan sisanya sejumlah Rp 450.000.000 merupakan bagian yang diterima Ahmad Riyad,” kata Wahyu.
Baca juga: Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara
Karena tidak melaporkan uang itu dalam waktu 30 hari kerja, penerimaan tersebut tergolong dalam gratifikasi.
Gazalba dan Riyad diduga melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
“Perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Riyadh menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 650 juta haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas terdakwa,” ucap Jaksa Wahyu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.