Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Kompas.com - 06/05/2024, 05:15 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Ardito Ramadhan

Tim Redaksi

"Dia terlembaga dan juga terfasilitasi oleh pemerintah atau negara," ucap Masinton.

"Atau yang dimaksud dengan presidential club di Indonesia ini cuma ajang kongko-kongko? Kalau tentang presidential club kan itu harus dielaborasi lebih lanjut," ujar Masinton.

Baca juga: Tanggapi Isu Presidential Club, PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Sulit satukan Jokowi-Megawati

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin berpandangan, pembentukan president club tak serta merta dapat memperbaiki hubungan antara presiden yang berkonflik.

Menurut dia, sulit untuk menyatukan Megawati, SBY, dan Jokowi, selama belum ada rekonsiliasi.

"Iya, saya sih melihatnya begitu. Selama mereka belum ketemu, belum bermaaf-maafan, belum rekonsiliasi, ya walaupun di satu wadah pun mereka akan tetap saling membelakangi, saling tidak akrab,” ujar Ujang saat dihubungi Kompas.com, Minggu.

Seharusnya, kata Ujang, ada pertemuan antara pihak-pihak yang berseteru itu sebelum dipersatukan dalam satu wadah bernama presidential club.

Sebab, tak menutup kemungkinan antara Megawati dengan Jokowi ataupun SBY, tetap saling bersaing dan menjatuhkan di dalam forum itu selama rekonsiliasi belum terjadi.

“Sama saja kalau kita sedang bermusuhan, kemudian berada di dalam satu tempat. Ya akan saling gerutu, saling menjelekkan satu sama lain. Saat ini, mereka masih seperti air dan minyak, masih belum ketemu,” kata Ujang.

“Jadi diaduk-aduk pun di dalam satu wadah presidential club, kelihatannya belum bisa ketemu. Sebelum mereka damai dulu, sebelum mereka rekonsiliasi dulu. Baru ada presidential club,” sambung dia.

Baca juga: Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Pengamat politik Dedi Kurnia Syah menambahkan, presidential club yang digagas Prabowo tidak akan efektif jika memang salah satunya bertujuan menyatukan mantan presiden yang berseteru.

Senada dengan Ujang, Dedi berpandangan, presidential club itu bakal gagal jika ditujukan untuk menyatukan Megawati dan Jokowi.

"Sekarang Jokowi masuk daftar tokoh yang mungkin tidak akan disapa Megawati," kata Dedi kepada Kompas.com, Minggu.

Dedi menilai, Megawati memiliki catatan yang konsisten soal membangun hubungan baik dengan presiden lainnya.

Ia mencontohkan bagaimana hubungan harmonis dibangun Megawati dengan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Namun hal berbeda ditunjukkan Megawati dalam hubungannya dengan SBY.

"Upaya menyatukan (Megawati dan Jokowi) bisa saja dilakukan, tetapi sepertinya tidak berhasil, Megawati punya catatan konsisten dalam membangun hubungan, ia dengan Gus Dur dan ia dengan SBY sebagai contoh," kata dia menjelaskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 30 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pakar Sebut Penyitaan Aset Judi Online Bisa Lebih Mudah jika Ada UU Perampasan Aset

Pakar Sebut Penyitaan Aset Judi Online Bisa Lebih Mudah jika Ada UU Perampasan Aset

Nasional
Eks Pejabat Kemenkes Sebut Harga APD Covid-19 Ditentukan BNPB

Eks Pejabat Kemenkes Sebut Harga APD Covid-19 Ditentukan BNPB

Nasional
Transaksi Judi 'Online' Meningkat, Kuartal I 2024 Tembus Rp 101 Triliun

Transaksi Judi "Online" Meningkat, Kuartal I 2024 Tembus Rp 101 Triliun

Nasional
Hari Ini, Gaspol Ft Sudirman Said: Pisah Jalan, Siap Jadi Penantang Anies

Hari Ini, Gaspol Ft Sudirman Said: Pisah Jalan, Siap Jadi Penantang Anies

Nasional
Habiburokhman: Judi 'Online' Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Habiburokhman: Judi "Online" Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Nasional
Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Nasional
Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Nasional
Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Nasional
Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Nasional
Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Nasional
Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Nasional
Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Nasional
Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com