JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menilai bahwa dalil yang diajukan pemohon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sepanjang berkaitan dengan politisasi bantuan sosial (bansos) beralasan menurut hukum.
Dia mendasarkan argumentasinya pada pola-pola tindakan politik dalam pemilihan umum (pemilu) yang telah ditangkap berbagai peneliti di seluruh dunia.
"Tidak sedikit literatur ilmiah dan kajian akademik di bidang politik dan hukum yang mengulas mengenai penggunaan keuangan negara dalam bentuk implementasi program pemerintah yang digunakan sebagai salah satu bentuk strategi memenangkan pemilu, khususnya dalam pemilu yang diikuti petahana," ujar Saldi Isra membacakan pendapat berbedanya (dissenting opinion) dalam sidang pembacaan putusan sengketa Pilpres 2024, Senin (22/4/2024).
Menurut dia, banyak ahli telah meneliti dan membahas strategi demikian, antara lain dengan menggunakan konsep political budget cycle.
Baca juga: MK Tolak Permohonan Anies-Muhaimin, 3 Hakim Dissenting Opinion
Dalam hal ini, Saldi mengatakan, petahana akan menggenjot implementasi program pemerintah, khususnya dalam waktu yang berdekatan atau berhimpitan dengan jadwal penyelenggaraan pemilu yang akan diikutinya.
Secara umum, para pakar juga menyoroti dua program pemerintah yang lazim dijadikan objek penelitian, yaitu penyelesaian program mercusuar, seperti pembangunan proyek-proyek besar dan sangat strategis dan program pemerintah yang bersentuhan langsung dengan rakyat sebagai calon pemilih. Misalnya, penghapusan pajak atau pemberian bantuan langsung secara tunai.
Saldi mengakui, pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024, konsep ini mungkin tidak sepenuhnya persis karena tidak terdapat calon petahana.
Namun, menurut dia, presiden sebagai pribadi tetap memiliki hak untuk memberikan dukungan politiknya kepada salah satu pasangan calon peserta pemilihan.
Baca juga: Beda Pendapat, Hakim Saldi Isra: Pemilu Orde Baru Juga Sesuai Prosedur, tapi Tidak Adil
Konsekuensinya, Saldi mengatakan, presiden juga diberi dan memiliki kesempatan melakukan kampanye dalam rangka memengaruhi pemilih untuk memberikan suaranya kepada pasangan calon yang didukungnya.
"Akan tetapi, dukungan tersebut semestinya adalah dalam kapasitasnya sebagai pribadi dan bukan sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan yang masih harus menyelesaikan program-program pemerintahannya," kata Saldi.
"Pada titik inilah yang kemudian menjadi sulit untuk menilai tindakan seorang presiden sebelum dan selama penyelenggaraan pemilu," ujar guru besar Universitas Andalas itu lagi.
Dalam hal ini, Saldi mengungkapkan, orang yang memegang jabatan tertinggi di jajaran pemerintahan tersebut dapat saja berdalih bahwa percepatan program yang dilakukannya adalah dalam rangka menyelesaikan program pemerintahan yang akan habis masa jabatannya.
"Namun, program dimaksud pun dapat digunakannya sebagai kamuflase dan dimanfaatkan sekaligus sebagai piranti dalam memberi dukungan atas pasangan calon peserta pemilu presiden dan wakil presiden," kata Saldi.
Baca juga: MK Tolak Permohonan Sengketa Pilpres Anies-Muhaimin
Saldi mengatakan, fakta persidangan menunjukkan bahwa aturan prosedural pengelolaan anggaran negara telah dilalui secara patut dan layak sehingga dalam proses dan tata kelola tidak mengindikasikan adanya kesalahan administrasi
Akan tetapi, dia menyoroti bahwa hakim harus mengadili perkara berdasarkan bukti yang tersuguh di hadapannya.