Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK: Tak Ada Bukti Jokowi Intervensi Perubahan Syarat Capres-Cawapres

Kompas.com - 22/04/2024, 10:46 WIB
Ardito Ramadhan,
Vitorio Mantalean,
Fitria Chusna Farisa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa Presiden Joko Widodo mengintervensi perubahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.

Hal ini disampaikan Majelis Hakim MK dalam sidang putusan sengketa Pilpres 2024, Senin (22/4/2024).

“Tidak ada bukti yang meyakinkan Mahkamah telah terjadi intervensi Presiden karena perubahan syarat pasangan calon tahun 2024,” kata hakim konstitusi Arief Hidayat dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Adapun perubahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden tertuang dalam Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023.

Putusan mengenai uji materi Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu memberikan peluang buat seseorang yang belum berusia 40 tahun untuk maju sebagai capres atau cawapres, asalkan punya pengalaman sebagai kepala daerah.

Baca juga: MK: Pelanggaran Etik Ketua KPU Tak Bisa Jadi Dasar Batalkan Pencalonan Gibran

Putusan tersebut kontroversial lantaran dianggap membuka jalan untuk putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, mencalonkan diri sebagai RI-2 berpasangan dengan capres Prabowo Subianto.

Namun demikian, Arief mengatakan, berlakunya syarat pencalonan presiden dan wakil presiden dalam Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 telah ditegaskan Mahkamah melalui Ptusan MK Nomor 141 Tahun 2023, Putusan MK Nomor 145 Tahun 2023, dan Putusan MK Nomor 150 Tahun 2023.

“Sebagaimana telah dipertimbangkan di atas, sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90
Tahun 2023, syarat yang diberlakukan oleh Pasal 169 ayat (1) huruf q Undang-undang Pemilu adalah sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Mahkamah dalam amar putusan a quo,” ucap Arief.

Memang, kata Arief, Putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) Nomor 2 Tahun 2023 menyatakan bahwa Ketua MK terdahulu, Anwar Usman, melakukan pelanggaran etik berat akibat Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023.

Namun, hal itu bukan berarti membuktikan bahwa ada cawe-cawe Kepala Negara dalam perubahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.

“Tidak serta-merta dapat menjadi bukti yang cukup untuk meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi tindakan nepotisme yang melahirkan abuse of power presiden dalam perubahan syarat pasangan calon tersebut,” kata Arief.

“Terlebih, kesimpulan Putusan MKMK Nomor 2 Tahun 2023 itu sendiri yang kemudian dikutip dalam Putusan Mahkamah Nomor 141 Tahun 2023 antara lain telah menegaskan MKMK tidak berwenang membatalkan keberlakuan Putusan Mahkamah Konstitusi,” lanjutnya.

Arief melanjutkan, dalam konteks sengketa hasil pemilu, persoalan yang dapat didalilkan bukan lagi mengenai keabsahan atau konstitusionalitas syarat calon, namun keterpenuhan syarat pasangan calon peserta pemilu.

“Dengan demikian, menurut Mahkamah, tidak terdapat persoalan atau permasalahan dalam keterpenuhan syarat tersebut bagi Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden dari pihak terkait,” kata Arief.

“Dan hasil verifikasi serta penetapan pasangan calon yang dilakukan oleh termohon (Komisi Pemilihan Umum) telah sesuai dengan ketentuan tersebut,” tuturnya.

Baca juga: MK: Sebagian Penanganan Pelanggaran Pemilu oleh Bawaslu Terkesan Formalitas

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com