Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sikap Hakim MK Diprediksi Terbelah dalam Putusan Sengketa Pilpres

Kompas.com - 22/04/2024, 07:26 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Para hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) yang menangani sengketa hasil pemilihan presiden (Pilpres) 2024 diperkirakan bakal terbelah 2 saat menyampaikan pandangan hukum mereka dalam putusan perkara itu.

Menurut Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay, peluang MK mengabulkan gugatan para pemohon masih terbuka.

Akan tetapi, mengenai persentasenya, kata Hadar, dia tidak yakin bisa mencapai di atas 50 persen.

Baca juga: Menkominfo Imbau Masyarakat Tertib: Kami Yakin Putusan MK Selaras dengan Keputusan Rakyat 14 Februari

"Perkiraan saya sebagian besar para hakim MK sebagai 'Penjaga Konstitusi' dalam semua aspek penyelenggaraan negara tentu mempertimbangkan betapa lemahnya penerapan azas dan prinsip-prinsip penyelenggaraan Pemilu kita kali ini," kata Hadar saat dihubungi Kompas.com pada Senin (22/4/2024).

"Namun sebagian hakim MK akan menggunakan pertimbangan praktis dan pragmatis dalam mengambil keputusannya," sambung Hadar.


Sidang pembacaan putusan dijadwalkan bakal berlangsung mulai pukul 09.00 WIB.

Saat ini terdapat 8 hakim konstitusi yang menangani perkara sengketa hasil Pilpres 2024.

Baca juga: Kawal Demo Sidang Putusan Sengketa Pilpres di Sekitar Gedung MK, Polda Metro Kerahkan 7.783 Personel

Para Hakim Konstitusi mulai menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) sejak 6 April sampai 21 April 2024 sebelum membacakan putusan.

Putusan itu akan menentukan apakah gugatan yang diajukan pasangan calon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD terhadap hasil Pilpres 2024 akan dikabulkan atau tidak.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil rekapitulasi Pilpres 2024 yakni pasangan pasangan calon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka unggul.

Prabowo-Gibran meraih 96,214,691 suara atau 58,6 persen dari 164,227,475 suara sah. Di tempat kedua diisi Anies-Muhaimin yang memperoleh 40,971,906 atau 24,9 persen, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebanyak 27,040,878 atau 16,5 persen.

Baca juga: Jelang Putusan MK, Jokowi Main Bola hingga Makan Bakso di Gorontalo

Kedua kubu pesaing Prabowo-Gibran kemudian mengajukan permohonan pemungutan suara ulang dan diskualifikasi pasangan calon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Menurut Hadar, jika permohonan gugatan kedua kubu dikabulkan seluruhnya atau sebagian maka dampak ditimbulkan akan berbeda.

"Yang pasti Keputusan KPU tentang Penetapan Paslon dan/atau tentang Penetapan Hasil Pilpres perlu dibatalkan. Dan selanjutnya perlu dilakukan perubahan/pembuatan PKPU (Peraturan KPU) tentang pemungutan suara selanjutnya," ujar Hadar.

Hadar juga menyinggung kesiapan pemerintah buat mengantisipasi dampak sosial dan keamanan serta reaksi masyarakat terhadap putusan MK.

Baca juga: Yusril: Prabowo Belum Pasti Hadir di Sidang Putusan MK Besok

"Khususnya dalam aspek ketegangan sosial dan ketertiban serta keamanan, walau tentu kita semua seharusnya menghormati apapun putusan MK nantinya," ucap mantan Komisioner KPU itu.

Hadar juga menyampaikan, jika MK memutuskan tidak mengabulkan gugatan kedua kubu maka diperkirakan bakal ada sebagian pihak dan masyarakat yang tidak puas dan menolak.

Jika hal itu terjadi, kata Hadar, maka akan berdampak pada legitimasi Pemilu 2024.

"Juga yang terpenting terhadap kualitas terhadap praktik demokrasi dan Pemilu kita. Artinya, MK dan kita membiarkan Pemilu kita rusak dan berkualitas rendah. Kita hanya bertumpu pada hasil pada telah tercipta melalui proses yang penuh kecurangan," papar Hadar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com