Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Furqan Jurdi
Praktisi Hukum dan Penulis

Aktivis Muda Muhammadiyah

Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Kompas.com - 18/04/2024, 10:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kalau begitu konsekuensinya Pemilu 2024 harus diulang, karena Sirekap tidak hanya digunakan untuk Pilpres, tapi juga untuk Pileg.

Konsekuensi ini tidak menjadi pertimbangan bagi para pemohon untuk menyebutkan telah terjadi pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif.

Di satu sisi para pemohon mendalilkan terjadi pelanggaran TSM, tapi di sisi lain TSM berupa manipulasi Bansos, Sirekap, hanya untuk Pilpres, tidak “berani” menyentuh Pileg, suatu permohonan “tanggung”.

Menelisik arah putusan Mahkamah

Berdasarkan uraian di atas, PHPU Pilpres 2024 sulit untuk mengubah hasil Pilpres. Sebab permohonan para pemohon hanya berpaku pada argumentasi proses dan cenderung politis, jauh dari sengketa hasil pemilu.

Karena itu, berdasarkan ketentuan PMK 4/2023, Mahkamah dalam sengketa Pilpres hanya menilai hasil, dengan menggunakan tiga bentuk amar Amar Putusan - kecuali dalam keadaan tertentu Mahkamah dapat menambahkan amar lain.

Amar tersebut adalah:

A. Permohonan tidak dapat diterima. Apa penyebab permohonan tidak dapat diterima? Sebabnya pemohon tidak memiliki legal standing; pemohon mendalilkan sesuatu di luar dari Surat Keputusan Termohon (KPU) yang dapat memengaruhi hasil pemilu, atau setidaknya dapat memengaruhi hasil untuk paslon masuk putaran kedua; permohonan diajukan setelah lewat 3 hari setelah keputusan termohon keluar; permohonan tidak memenuhi syarat formil pengajuan permohonan.

B. Menyatakan menolak permohonan pemohon. Permohonan ditolak karena tidak beralasan menurut hukum.

Di antaranya: pemohon tidak dapat membuktikan dalil gugatanya; permohonan tidak beralasan karena dalil pemohon tidak sesuai dengan keputusan hasil pemilu (keputusan KPU) yang menjadi objek sengketa PHPU.

C. Menyatakan mengabulkan permohonan pemohon karena beralasan menurut hukum. Permohonan dikabulkan apabila Mahkamah menilai dalil permohonan dapat dibuktikan, permohonan merupakan bagian dari sengketa hasil pemilu sebagaimana dalam ketentuan peraturan perindang-undangan.

Dalam kondisi tertentu Mahkamah dapat mengambil keputusan lain dan sering kita lihat dalam perkembangan putusan Mahkamah dalam perkara pengujian UU.

Namun dalam konteks perkara Pilpres, Mahkamah tidak dapat memiliki pendapat lain, kecuali apa yang menjadi objek perkara yang dapat memengaruhi hasil.

Kecuali ada situasi tertentu yang mengharuskan Mahkamah mencari dan menemukan sendiri kebenarannya dan mengesampingkan para pihak. Ini sangat bergantung pada situasi politik, dan kalau itu terjadi, kita akan melihat susunan Hakim yang menyidangkan Perkara di MK.

Menurut saya, dalam sengketa PHPU Pilpres 2024 ini, sepertinya Mahkamah akan menolak permohonan pemohon.

Sebab yang dipersoalkan oleh para pemohon tidak menyangkut hasil Pemilu yang berkaitan dengan pencoblosan dan rekapitulasi, melainkan menarik ke masa kampanye. Suatu masa yang sangat jauh dengan kata “hasil pemilu”.

“Hasil pemilu” dengan “proses pemilu” adalah dua waktu yang berbeda, dan memiliki mekanisme penyelesaian berbeda.

Mahkamah tidak boleh mengadili proses, karena itu tugas penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu, Sentra Gakkumdu dan DKPP).

Kalau mengadili proses, maka Mahkamah melanggar batas kewenangannya, yaitu ketentuan Pasal 24C ayat (1), ketentuan UU No.7/2017 dan ketentuan PMK No. 4/2023.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com